Bisnis.com, JAKARTA - Rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) di wilayah Sulawesi Utara mengalami kenaikan 8 basis poin ke level 3,41% pada 2016. Rasio tersebut melampaui rata-rata rasio NPL industri yang mencapai 2,93%.
Data statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, nominal NPL di Sulut naik 8,74% menjadi Rp1,07 triliun pada 2016, melampaui pertumbuhan oustanding kredit sebesar 6,4% menjadi Rp31,24 triliun.
Sejak 2013, kredit bermasalah di Sulut mengalami tren kenaikan. Rata-rata kenaikan per tahun NPL di medio 2013-2016 mencapai 21,74%. Sementara itu, pertumbuhan kredit rata-rata per tahun hanya 10,48%.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Elyanus Pongsoda, Kepala Perwakilan OJK Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Maluku Utara mengatakan kualitas kredit di Sulut memang mengalami pemburukan di samping pertumbuhan kredit yang melambat.
Berdasarkan jenis penggunaan, kredit investasi menjadi segmen dengan kenaikan NPL terbesar. Rasio NPL kredit investasi di Sulut naik 94 basis poin menjadi 4,65%. Adapun nominal NPL naik 29% menjadi Rp204 miliar.
Sementara itu, kredit modal kerja dan konsumsi relatif tidak bergerak signifikan. NPL kredit modal kerja di Sulut hanya naik 7 bps dengan nominal Rp437 miliar. Kendati demikian, rasio NPL kredit modal kerja di Sulut sebesar 5,42% merupakan yang terbesar.
Di sisi lain, rasio NPL kredit konsumsi di Sulut mengalami penurunan 0,13% menjadi 2,26%. Kredit konsumsi merupakan segmen penyaluran kredit utama di Sulut dengan pangsa 60,3%.
Elyanus memperkirakan rasio NPL perbankan di Sulut tahun ini bakal turun. Pasalnya, pertumbuhan kredit tahun ini diestimasi mencapai 11% dibandingkan dengan posisi outstanding pada 2016. "Kami juga meminta perbankan mengefektifkan upaya-upaya penagihan kredit bermasalah," tukas Elyanus.