Bisnis.com, JAKARTA — Kekayaan itu apa? Coba saya tarik ke zaman 2600 tahun lalu di Yunani. Negara itu sudah kaya pada saat itu, menjadi pusat budaya dunia. Kira-kira seperti New York, AS kalau sekarang.
Nah, bagaimana dengan Indonesia? Kita diperhitungkan sebagai negara berkembang dengan pendapatan bruto nasional kira-kiar Rp4 juta sebulan. Kita membayangkan bagaimana kondisi negara maju? Apakah mereka berbeda dengan kita? Tidak.
Di Amerika juga sama ada karyawan Mc Donald's, ada sopir taksi, kontraktor, dan lainnya. Kenapa mereka kaya? Ekonomi kapitalis itu seperti kita makan permen karet, bayangkan gelembung permen karet, ditiup membesar.
Zaman Yunani dulu, emas dan perak menjadi sumber penggelembungan harga. Kayanya bukan main. Era VOC menggelembungkan harga dengan rempah-rempah lada, merica, cengkeh. Lada dulu disebut emas hitam. Dulu kerajaan yang kaya di Ternate. Karena buble ekonomi VOC.
Inggris menggelembungkan ekonomi karet, kopi, teh, gula semua komodititas. Zaman dulu ilmuwan terkemuka jadi Kepala Kebun Raya termasuk Thomas Rafless.
Amerika menggelembungkan Internet. Dulu Federal Reserve sibuk mencetak uang. Gara-gara Internet mereka menggelembungkan teknologi informasi. Saham perusahaan IT digoreng naik terus. Kurang besar digelembungkan dotcom.
Tanpa sadar sedunia dibuat percaya bahwa gelembung itu beneran, seperti Bill Gates dan Mark Zuckerberg. Tetapi buble ekonomi yang semakin membesar sekarang ini justru buble money.
Setelah sedunia dibuai dengan kampanye IT, dotcom, ternyata Federal Reserve tidak perlu cetak lembaran uang kertas lagi. Sekarang 97% buble money adalah created money. Apa itu?
Misalnya Anda mengajukan kartu kredit, bank memberi plafon, itu bukan duitnya saya, bukan duitunya orang lain, bukan duit siapa-siapa, tetapi created money. Akhirnya sekarang uang beredar adalah 97% created money. Uang kertas sedikit sekali.
Apa Indonesia ketinggalan? Syarat buble money itu harus masuk melalui dotcom dan buble properti. Oleh karena itu jangan heran ekonomi Indonesia naik terus bukan berarti semua orang, semua warganya bisa naik Alphard. Apa yang terjadi, pasar dotcom dan properti digoreng membesar.
Fakta tersembunyi tentang uang yang harus Anda pahami.
Dulu sewaktu kita lulus sekolah, kita sibuk cari kerja. Setelah dapat kerja, 30 hari kemudian kita mendapat gaji. Uang gaji masuk lewat rekening kita, jadilah uang.
Jadi konsep yang kita jalani, kita memproses produksi barang lalu memperoleh profit, uang. Itu konsep dulu.
Sekarang sejak 1970, bank memberikan pinjaman komersial dalam bentuk elektronik money. Dengan kata lain bank mencetak uang sendiri, diberikan kepada nasabah. Ini yang disebut di atas tadi buble money, berupa penciptaan uang baru dalam bentuk utang komersial.
Dulu dasarnya utang adalah memiliki aset agunan, nah utang elektronik tidak mendasarkan dari agunan tetapi kemampuan membayar. Selama nasabah mampu membayar, bank mencetak uang elektronik.
Misalnya, Anda bilang kepada bank, saya mau utang buat beli 10 ekor sapi. Utang dapat, setiap tahun bayar bunga. Nanti bisa saja sapinya dijual untuk bayar utang bank. Itu kalau sapi.
Nasabah utang 100 gedung apartmen bayar bunga, demikian bank mencetak uang elektronik. Besarnya berapa? Berapapun asal bayar bunga.
Oleh karena itu uang yang kita pegang menyusut. Dulu era 1990-an, dengan uang Rp 125 juta bisa membeli mobil Mercedes, tahun sekarang tidak cukup. Kalau mau beli mobil dapatnya Avanza. Mengapa?
Bila uang elektronik banjir tentunya inflasi setiap tahun naik menjadi 20%-30% , ternyata inflasi tetap sekitar 8%, mengapa?
Karena perhitungan inflasi tidak melibatkan harga rumah. Karena hanya melibatkan harga kebutuhan belanja konsumen. Harga rumah bukan tergolong kebutuhan konsumen. Alhasil inflasi 8%-9% tetapi harga tanah naik 10 kali lipat dalam 10 tahun terakhir, artinya capital gain kenaikan harga tanah adalah 26%-27%.
Oleh karena itu generasi millennium sekarang harus hati-hati menerima fenomena membesarnya dotcom dan buble properti. Harus paham kalau dulu kompetisi antara pengetahuan dan skill dalam dunia kerja.
Sekarang kompetisi tanpa disadari antara yang punya tanah dan tidak. Kepemilikan tanah akan semakin tidak terjangkau dan menjadikan jurang ketimpangan ekonomi semakin lebar.
Makanya kalau sekarang bekerja, ya boleh saja menikmati hasil jerih payah untuk jalan-jalan, main, dan lainnya. Namun jangan lupa, mulai pikirkan untuk membeli hunian. Daripada nanti harganya semakin tak terjangkau.
Penulis
Ir Goenardjoadi Goenawan MM
Penulis buku money intelligent dan Kekuasaan itu Key Driving Force Uang
081219819915