Bisnis.com, JAKARTA – BPJS Kesehatan menekankan bahwa skema cost sharing bagi pembiayaan penyakit katastropik baru merupakan referensi akademik.
Dengan begitu, skema yang memberikan pembedaan pembiayaan terhadap peserta dengan kategori mampu atau mandiri itu dinilai belum merupakan rencana usulan.
“Ini masih referensi akademik, bukan rencana usulan atau pun keputusan,” ungkap Nopi Hidayat, Juru Bicara BPJS Kesehatan, kepada Bisnis.com, Senin (27/11/2017).
Menurutnya, pihaknya dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR hanya memberikan rujukan atau benchmark dari sejumlah negara dalam menghadapi kondisi yang serupa.
Oleh karena itu, dia menegaskan bahwa rujukan itu belum tentu diimplementasikan dalam penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional - Kartu Indonesia Sehat (JKN - KIS).
“Gambaran pengelolaan di negara lain belum tentu diadaptasi,” ungkapnya.
Baca Juga
Bila skema diusulkan, sambung Nopi, maka pemerintah dan BPJS Kesehatan pun masih perlu melakukan kajian lebih lanjut. “Termasuk [terkait] dasar hukum [cost sharing] bila diusulkan,” tegasnya.
Seperti diketahui, dalam beberapa hari terakhir beredar informasi terkait pemberhentian pembiayaan untuk 8 penyakit katastropik bagi peserta JKN – KIS, yakni jantung, gagal ginjal, kanker, stroke, sirosis hepatitis, thalassemia, lukimia dan hemofilia.
“Berita yang beredar terpelintir sedikit. Saya tegaskan itu berita hoax,” tegas Fachmi Idris, Direktur Utama BPJS Kesehatan.
Menurut Fachmi, isu tersebut berkembang dari penjelasan pihaknya terkait adanya skema cost sharing yang dilakukan sejumlah negara sebagai upaya untuk menekan pembiayaan penyakit katastropik.