JAKARTA - Pada malam ini Bank Indonesia menggelar jamuan makan malam kepada bankir atau biasa disebut Bankers Dinner 2017. Acara yang digelar di Jakarta Convention Center, Jakarta Pusat, tersebut dihadiri oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.
Bankers’ dinner biasanya selalu dinanti oleh para pemangku kepentingan. Biasanya pada acara tersebut, bank sentral mengumumkan arah kebijakan dan sejumlah aturan yang akan diterbitkan pada tahun berikutnya.
Presiden Joko Widodo, tiba di ruangan tempat berlangsungnya acara, disambut oleh lantunan nyanyian oleh paduan suara pegawai Bank Indonesia. Setelah itu, hadirin berdiri dan bersama-sama menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia Agus D. Martowardojo menyebutkan pada 2018 akan dikeluarkan kebijakan terkait rasio intermediasi makroprudensial (RIMP), yakni mengubah loan to funding ratio (LFR) menjadi financing to funding ratio (FFR).
Awal tahun depan kebijakan ini akan diterbitkan, dan berlaku pada 1 Juli 2018. Dengan kebijakan itu, obligasi korporasi yang dibeli oleh bank akan dihitung sebagai komponen financing.
Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo juga mengungkap soal banyaknya regulasi yang tidak menguntungkan, malah menjerat kita sendiri.
"Kita punya 42 ribu regulasi yg menjerat kita sendiri, enggak {usah} banyak bikin uu, nambahin ruwet. Bikin 1-2-3 cukup tapi kualitas yang baik dan mempercepat sehingga eksekutif ini enak. Perubahan dunia sudah sangat cepat sekali," katanya.
Presiden menambahkan, dulu undang-undang banyak yang agak sponsor. "Blak-blakan saja banyak titipan-titipan, saya kira ke depan hal-hal seperti itu yang harus kita hilangkan."
Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo menyatakan saat ini kita berada pada situasi yang disebut sebagai new normal.
"Saya hanya ingin sedikit menyampaiakn hal yg berkaitan situasi dan kondisi sekarang. Situasi sekaranmg adalah situasi yang new normal, orang banyak yang banding-bandingkan dengan masa yang lalu."
Disebutkan Presiden, tahun 2011-2012 kita memiliki booming komoditas, pada saat itu konsumsi rumah tangga berada pada angka 7%, sekarang 4,93%-4,95% karena memang berbeda.
"Kita lihat ekonomi dunia tumbuh 5%, sekarang 3,%. Inilah perbedaan-perbedaan yang harus kita pahamj agar dalam mengambil kebijakan tidak salah karena banyak parameter yang berubah dan perilaku konsumen yang berubah," ujar Presiden.
Sekarang, tambah Presiden, banyak model bisnis baru, pola konsumsi berubah. "Sekarang konsumsinya ada pada dunia wisata. Shifting ini yang harus kita mengerti dan pahami juga dari offline ke online yang mau tidak mau harus kita terima."
Presiden menegaskan, momentum yang ada sekarang harus betul-betul diambil manfaatnya, "karena dalam 3 tahun ini banyak lompatan ekonomi."
Bank Indonesia akan menyempurnakan GWM rata-rata dengan memperluas implementasinya jadi bisa mencakup rupiah dan valas baik konvensional dan syariah serta memnyesuaikan rasio dan perpanjangan masa GWM rata-rata.
Nilai tukar rupiah akan didorong untuk bisa lebih dipengaruhi oleh mekanisme pasar.
Dari sisi transaksi valas BI juga akan mendorong program lindung nilai yang lebih efisien.
Dari sisi makroprudensial memperkuat ketahanan dari risiko sistemik, dari likuiditas kami menyiapkan makroprudensial likuidity buffer sebagai pengganti GWM Sekunder.
Dari sisi LTV juga akan disempurnakan dengan melihat dari target segmennya.
Untuk UMKM akan didorong komitmen bank dalam memenuhi porsi kredit UMKM 20% pada tahun depan
Di bidang sistem pembayaran akan dibentuk ekosistem nontunai yang lebih inovatif dan kompetitif serta mendukung penggunanya lebih aman.
Bersinergi elektronifikasi untuk pengentasan kemiskinan melalui bansos serta pemerintah pusat dan daerah serta sarana pembayaran transportasi publik.
Lalu mengeluarkan aturan untuk tekfin dan e-commerce untuk menjaga persaingan usaha, mengendalikkan risiko, dan memperkuat perlindungan konsumen yang berbasis risiko serta praktek bisnis ilegal.
Bisnis.com, JAKARTA—Dalam acara jamuan makan malam para bankir atau bankers’ dinner, Bank Indonesia mengingatkan kembali prinsip dasar kebijakan publik yang harus fokus pada 3 elemen utama pertumbuhan ekonomi.
Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo mengatakan, prinsip pertama kebijakan publik adalah bahwa kebijakan harus ke masa depan.
“Kita harus memiliki dan sasaran akhir perekonomian yang memikirkan ke depan,” ujarnya.
Prinsip kedua, lanjut Agus, kebijakan harus berkesinambungan dan sinergi. Tahapannya juga harus jelas untuk bisa sampai hingga ke tahapan akhir.
Dalam konteks ini pemangku kebijakan harus menghindarkan dampak kebijakan dalam waktu singkat seperti dinamika politik. Dengan adanya sinergi kebijakan di berbagai sektor, akan membuat pelaku usaha lebih percaya diri.
Ketiga, kebijakan publik harus seimbang dari sisi jangka pendek dan panjang. Selain itu, kuantitas, dan kualitas juga diperhatikan, selain itu juga dilihat konvensional dan teknologi yang lebih modern.
Dengan semangat bersinergi pemangku kepentingan dan kebijakan, BI akan memperkuat momentum pemulihan agar bisa transformasi dalam pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat.
Bisnis.com, JAKARTA — Meskipun secara global pertumbuhan ekonomi sudah mulai pulih, Bank Indonesia menilai respons ekonomi domestik belum maksimal merespons pemulihan ekonomi global.
Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo mengatakan, di sektor keuangan, fungsi intermediasi perbankan belum optimal seperti yang diharapkan.
Di sisi lain, kondisi pada sektor riil juga dinilai masih menyimpan sejumlah masalah struktural, sehingga diikuti dengan kerentanan dan instabilitas dalam perekonomian.
Menurut BI, tantangan struktural pada sektor riil adalah struktur eskpor yang masih berharap pada sumber daya alam dan masih terkonsentrasi di beberapa wilayah tertentu.
“Dinamika ekonomi 2017 ada risiko dan perhatian kita bersama,” ujarnya.
Tantangan struktural lainnya, lanjut Agus, datang dari perkembangan pesat teknologi digital. perkembangan ini akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas berbagai sektor media, ritel, dan keuangan.
Konsumen ditawarkan kecepatn, kepraktisan, dan sebagainya yang lebih baik. Namun, hal itu bisa menganggu bisnis model komvensional serta menganggu ketersediaan lapangan kerja.
Di sektor keuangan menawarkan akses sistem keuangan yang lebih cepat, tetapi berpotensi ada risiko money laundring, pembiayaan terorisme, dan menganggus stabilitas sistem keuangan.
Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia menilai permodalan bank masih kuat dengan dengan tingkat risiko yang tetap terjaga.
Selaku regulator di bidang moneter, Bank Indonesia (BI) telah mengambil langkah menurunkan suku bunga kebijakan 7-days repo rate sebesar 50 bps pada tahun ini. Penurunan acuan ini, menurut BI, merupakan strategi tambahan untuk melengkapi siklus yang didorong sejak 2016.
Kebijakan yang diambil BI diharapkan mampu meningkatkan peringkat kemudahan bisnis di Indonesia, karena suku bunga perbankan diharapkan semakin kompetitif.
“Dengan begitu ada kenaikan rating investment grade dan juga peringkat kemudahan bisnis dan global,” ujar Agus.