Bisnis.com, PADANG—Otoritas Jasa Keuangan meyakini kinerja bank perkreditan rakyat (BPR) di Sumatra Barat masih akan membaik, asal manajemen perbankan wong cilik itu mau lebih kreatif menggarap pasar.
Plt Deputi Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan OJK Sumbar Bob Haspian menilai kinerja BPR Sumbar sejauh ini masih meyakinkan meski mengalami perlambatan pertumbuhan.
“Saya kira masih normal, karena bank umum saja juga kesulitan. Penyebabnya memang secara ekonomi tekanan masih tinggi,” katanya, Senin (11/12/2017).
Dia menyebutkan kinerja BPR masih beriringan dengan bank umum yang beroperasi di Sumbar. Artinya, perlambatan kinerja terjadi di seluruh bank, karena kondisi ekonomi yang belum tumbuh optimal.
Data OJK Sumbar mencatatkan per September 2017, BPR di daerah itu masih mencatatkan pertumbuhan aset 5,1% atau mencapai Rp1,8 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Sedangkan, kinerja penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) hanya tumbuh 3,7% menjadi Rp1,4 triliun, dan penyaluran kredit mencapai Rp1,3 triliun atau mengalami pertumbuhan 5,2%.
Baca Juga
Sementara itu, rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan/NPL menembus 10,10% atau jauh di atas ambang batas regulator sebesar 5%, dan rasio intermediasi atau loan to deposit ratio/LDR sebesar 90%.
“Secara umum masih terkendali. Kami yakin dengan makin bagusnya harga komoditas pertanian, kinerja BPR juga akan meningkat,” ujarnya.
Bob mengakui NLP BPR setempat masih tergolong sangat tinggi, karena sebagian besar BPR memberikan kredit kepada nasabah petani dan pedagang, yang sangat rentan mengalami gejolak harga.
Dia mencontohkan, saat harga komoditas sawit atau karet anjlok, petani tidak akan mampu membayar cicilan angsurannya, sehingga angka kredit macet di perbankan pun membengkak.
Makanya, agar kinerja BPR terjaga, dia menyarankan manajemen BPR lebih inovatif dalam mengeluarkan produk yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat di daerahnya. Selain itu, juga melakukan diversifikasi nasabah, yang tidak hanya terfokus pada salah satu sektor.
Direktur Utama BPR LPN Sungai Rumbai, Parman menyebutkan sebagian besar nasabahnya adalah petani sawit, yang pendapatannya sangat tergantung dengan pergerakan harga di tingkat petani.
“Fokus kami adalah petani sawit di pedesaan yang membutuhkan suntikan modal untuk mengembangkan usaha pertaniannya, selain juga pedagang, dan pengrajin,” katanya.
Persoalnya, imbuh Parman, kondisi harga komoditas sawit dan karet yang anjlok dalam beberapa tahun terakhir membuat banyak nasabahnya yang bangkrut. Kondisi itu menyebabkan kredit macet membengkak.
Apalagi, 100% pembiayaan diberikan kepada sektor mikro dan kecil yang paling terdampak akibat pelemahan harga komoditas. Selain itu, BPR juga sulit berkembang karena bisnisnya hanya mengandalkan kredit.
“Serba sulit, karena BPR itu tidak banyak bisnisnya. Makanya untuk memperbaiki NPL pasti butuh waktu lama,” kata Parman.
Meski begitu dia optimistis BPR yang dipimpinnya masih berpeluang meningkatkan kinerja, karena sudah memiliki basis nasabah yang kuat serta fokusnya pada masyarakat petani dan pedagang.