Bisnis.com, JAKARTA — Anggota Komisi VII DPR RI menilai holding BUMN migas antara PT Pertamina dan PT PGN bertentangan dengan Undang-undang No.22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. DPR merekomendasikan lebih baik menjalankan Badan Usaha Khusus yang membawahi dua perusahaan tersebut.
Anggota Komisi VII DPR RI Harry Poernomo mengatakan, wacana holding migas oleh Menteri BUMN Rini Soemarno telah membuat berantakan apa yang direncanakan atau dikoordinasikan antara Kementerian ESDM dengan DPR dalam pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi (Migas).
"Pembahasan yang paling pelik dari UU Migas adalah mengenai kelembagaan. Di antaranya kita mewacanakan adanya Badan Usaha Khusus. Nah, holding migas yang direncanakan Menteri Rini sama sekali tidak sejalan dengan rancangan UU Migas," kata Harry saat dihubungi wartawan, Kamis (4/1/2018).
Adapun konsep BUK yang dimaksud Harry dalam Revisi UU Migas yaitu membentuk lembaga baru yang menjadi induk holding migas dan menaungi PT PGN, PT Pertamina, SKK Migas dan BPH Migas. Kajian ini lebih komperhensif untuk mengakomodir beberapa pasal UU Migas yang dianulir Mahkamah Konstitusi.
Menurutnya, rencana holding migas yang diinisiasi Menteri Rini hanya pada tataran sempit yakni mencaplok PT PGN menjadi anak Perusahaan Pertamina.
Dia juga mengusulkan agar pemegang saham perusahaan BUMN bukan hanya dipegang seorang Menteri BUMN semata, melainkan harus juga dipegang kementerian sektoral dan Kementerian Keuangan.
Baca Juga
"Kenapa harus melibatkan Kementerian Keuangan. Ini sangat penting. Contoh pada kasus revisi PP perpajakan Migas, kan terhambat lama di Kementerian Keuangan. Kalau pemerintahnya tidak sinergi dan berjalan sendiri-sendiri, bagaimana BUMN mau sinergi? Kalau begini terus, BUMN kita tidak akan maju," pungkas dia.