Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

GEBRAKAN MONETER: BI Selangkah di Depan

Strategi Bank Indonesia menerapkan kebijakan 'menyerang' (pre-emptive) dengan menaikkan tingkat suku bunga mendahului The Federal Reserve, cukup efektif dalam menenangkan pasar keuangan.

Bisnis.com, JAKARTA — Strategi Bank Indonesia menerapkan kebijakan 'menyerang' (pre-emptive) dengan menaikkan tingkat suku bunga mendahului The Federal Reserve, cukup efektif dalam menenangkan pasar keuangan.

Tema ini diangkat menjadi headline koran cetak Bisnis Indonesia edisi Kamis 7 Juni 2018. Berikut laporan lengkapnya.

Sejak Perry Warjiyo resmi dilantik sebagai Gubernur Bank Indonesia (BI) pada 24 Mei 2018, tiga indikator utama pasar mengalami pembalikan signifikan. Ketiga indikator itu adalah yield obligasi surat berharga negara turun 64 basis poin dari 7,56% menjadi 6,92%, indeks harga saham gabungan menembus level 6.000, defisit transaksi berjalan Indonesia dan ekonomi Amerika Serikat yang makin solid, masih menjadi tantangan pada masa mendatang.

Dalam Focus Discussion Group Gubernur BI dan Pemimpin Redaksi di Jakarta, Rabu (6/6), Perry mengungkapkan selain melalui kebijakan menaikkan suku bunga jadi 4,75%, bank sentral juga melakukan intervensi ganda baik di pasar valuta asing maupun surat berharga negara secara terukur.

“BI juga berupaya menjaga kecukupan likuiditas, khususnya di pasar uang dan swap antarbank. Kami juga menggunakan komunikasi dengan pelaku pasar, perbankan, dunia usaha, dan ekonom sebagai instrumen stabilitas,” tuturnya.

Dalam presentasi selama 35 menit di hadapan 32 pemimpin media nasional dan kantor berita asing, Perry tampil percaya diri dan tampak berupaya ‘membumikan’ bahasa teknis kebijakan moneter yang rumit. Salah satunya dengan menyebut empat kebijakan stabilisasi nilai tukar sebagai jamu pahit, sedangkan empat kebijakan pendorong pertumbuhan sebagai jamu manis.

Keempat kebijakan pendorong pertumbuhan itu yakni memacu pertumbuhan sektor perumahan, pendalaman pasar keuangan, elektronifikasi transaksi keuangan serta pengembangan sektor keuangan syariah.

“Sebagai central banker, saya memilih untuk tidak diam di rumah hanya menjaga stabilitas moneter, tetapi juga bagaimana agar tetap bisa berperan dan turut menjaga pertumbuhan,” tegasnya.

Perry menyadari upaya stabilisasi sekaligus mendorong pertumbuhan bukanlah hal mudah yang dilakukan. Sejumlah masalah struktural ekonomi harus segera diselesaikan seperti bagaimana menjadikan neraca transaksi berjalan menjadi surplus.

Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo menambahkan kenaikan suku bunga sebanyak 50 bps pada Mei 2018 tidak berdampak negatif kepada pertumbuhan ekonomi. “Tanpa ada 50 bps, depresiasi dalam hitungan BI akan menuju ke level yang lebih tinggi, overshooting,” kata Dody.

Di kesempatan terpisah, Chatib Basri, Menteri Keuangan pada era Presiden SBY, menilai percepatan reformasi struktural harus terus dilakukan demi menjaga pertumbuhan ekonomi pada level 6%—7%. Namun, ujarnya, hal itu tak mudah diimplementasikan.

“Sebenarnya pemerintah sudah melakukan ini tetapi speed-nya harus dipercepat,” tegas Chatib.

GEBRAKAN MONETER: BI Selangkah di Depan

PACU EKSPOR

Dia juga menilai pemerintah harus belajar dari Vietnam jika Indonesia ingin memacu ekspor demi mendorong pertumbuhan dan menghindari defisit transaksi berjalan. Pemerintah Vietnam berusaha mengundang investasi berbasis ekspor masuk ke negara tersebut sehingga masalah defisit transaksi berjalan negara itu teratasi.

Sebenarnya, dia melihat beberapa negara dapat bertahan dengan defisit transaksi berjalan, selama pembiayaan dilakukan dengan investasi asing langsung (FDI). Pertumbuhan FDI ini dilakukan melalui perbaikan Ease of Doing Business (EoDB) dan infrastruktur.

Saat ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia bergantung kepada konsumsi masyarakat. Ketika konsumsi yang hanya tumbuh 4,9%—5%, ekonomi Indonesia pun stagnan pada kisaran 5%.

Pada 2030, Chatib menilai Indonesia harus memprioritaskan basis produktivitas ketimbang konsumsi. Oleh karena itu, pemerintah harus mendorong FDI yang berbasis ekspor, pariwisata serta pengembangan SDM. “Kalau infrastruktur kan sudah dibangun. Medium term mudah-mudahan ada efeknya,” kata Chatib.

Dia menegaskan upaya mendorong pertumbuhan eko­­­nomi nasional sebaiknya mengandalkan koordinasi erat antara kebijakan moneter dari bank sentral dan ke­­­bijakan fiskal dari Kementerian Keuangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper