Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Central Asia Tbk. membidik peluang penyaluran kredit korporasi untuk membiayai kebutuhan perusahaan yang melakukan refinancing obligasi korporasi yang jatuh tempo.
Direktur BCA Santoso mengatakan, sejumlah korporasi harus menata ulang pembiayaan atau refinancing obligasi mereka yang jatuh tempo dalam waktu dekat. Saat imbal hasil obligasi cenderung meningkat, korporasi mulai beralih kepada kredit perbankan untuk memenuhi kebutuhan refinancing tersebut.
Dalam kondisi pasar modal yang masih berfluktuasi, lanjut Santoso, banyak korporasi memilih meminjam kredit perbankan sebagai solusi sementara sebelum kembali menerbitkan obligasi ketika kondisi sudah memungkinkan.
“Kami dengar banyak sekali bond yang akan jatuh tempo, ada juga yang dalam valas. Sementara melihat valas tidak menentu, mereka memilih lunasi. Sementara itu untuk memperpanjang nafas, mereka kembali ke rupiah melalui kredit,” katanya kepada Bisnis, belum lama ini.
Santoso memperkirakan kondisi tersebut mendorong peningkatan permintaan kredit korporasi jelang kuartal IV/2018. Menurutnya, kredit bank menjadi pilihan sementara para debitur korporasi untuk melunasi obligasi.
Adapun, dari sisi tenornya, kredit perbankan jelas lebih pendek daripada obligasi. Sehingga, Santoso menilai, pilihan menggunakan fasilitas kredit adalah pilihan sementara korporasi hingga situasi mulai membaik dan cukup ideal untuk kembali menerbitkan obligasi.
Dari segi pricing, dia mengatakan bahwa suku bunga kredit yang ditawarkan kepada debitur korporasi juga tidak rendah. Akan tetapi, suku bunga tinggi masih lebih dapat diterima oleh korporasi ketimbang mereka harus menerbitkan obligasi dengan kupon yang tinggi dan tenor panjang.
Meski permintaan kredit korporasi cenderung meningkat, dia mengatakan perseroan tetap akan selektif dan menjalankan prinsip kehati-hatian dalam memilih debitur. “Prinsipnya adalah kami akan melakukan assessment, tidak asal caplok, kami akan memberikan analisa yang mendalam, sehingga akan tetap prudent banking.”
Santoso memproyeksikan kondisi ini masih akan terus berlanjut dan mendorong pertumbuhan kredit tetap tinggi ke depannya. Namun, menurutnya hal ini juga menimbulkan risiko tersendiri bagi industri perbankan di tengah pengetatan likuiditas saat ini.
Hingga Agustus 2018, realisasi penyaluran kredit emiten perbankan berkode BBCA tersebut mencapai Rp502,76 triliun, tumbuh 15,08% secara tahunan. Sementara itu, dana pihak ketiga tumbuh 6,63% secara tahunan menjadi Rp612,78 triliun.