Bisnis.com, JAKARTA — Dalam ekosistem dana pensiun syariah, masyarakat selain sebagai konsumen juga dapat mendirikan DPPK (dana pensiun pemberi kerja) syariah.
Dana pensiun syariah di Indonesia menunjukkan perkembangan yang cukup melegakan. Pada 2017, eksistensi dana pensiun syariah ditandai dengan kelahiran dana pensiun lembaga keuangan (DPLK) syariah.
Setahun kemudian, dana pensiun syariah semakin lengkap dengan kehadiran dana pensiun pemberi kerja (DPPK) syariah yang dimulai pada 21 Desember 2018.
Sebagai industri yang belum genap berumur dua tahun, dana pensiun syariah membutuhkan serangkaian kegiatan riset dan kajian sebagai panduan bagi penguatan industri dana pensiun syariah. Hal ini sangat penting agar kehadiran dana pensiun syariah, tidak sekedar menjadi pelengkap saja tetapi dapat menjadi instrumen keuangan syariah yang didambakan oleh masyarakat luas.
Dalam konteks itu, tulisan berikut akan berfokus mengkaji dua hal pokok. Pertama, siapa saja pihak yang memiliki pengaruh signifikan terhadap eksistensi dana pensiun syariah. Kedua, identifikasi hal-hal apa saja yang sensitif terhadap eksistensi dana pensiun syariah.
Teori Ekosistem digunakan sebagai kerangka berfikir dan sekaligus sebagai perangkat analisis dalam kajian ini.
Topik mengenai pihak berpengaruh diangkat sebagai representasi dari komponen biotik dalam ekosistem, sedangkan topik mengenai identifikasi hal-hal berpengaruh diangkat sebagai representasi dari komponen abiotik dalam ekosistem. Dalam teori ekosistem, komponen biotik dan komponen abiotik sangat menentukan kondisi ekosistem dan keberlanjutannya.
Di dalam ekosistem dana pensiun syariah, komponen biotik didominasi oleh empat pihak utama, yaitu pelaku industri, regulator, masyarakat, dan pemerintah. Masing-masing memiliki peran yang sangat menentukan bagi eksistensi dana pensiun syariah.
Pelaku industri memiliki peran yang sangat dominan sebagai ujung tombak penyedia layanan program pensiun syariah. Kualitas layanan pelaku industri akan sangat berpengaruh pada penerimaan dan kesan masyarakat terhadap dana pensiun syariah. Semakin banyak pelaku industri, kualitas layanan berpotensi akan semakin baik.
Selaku regulator, Otoritas Jasa Keuangan memiliki peran yang sangat vital untuk menyusun regulasi yang mendorong penyelenggaraan program pensiun syariah secara sehat, melakukan pengawasan, edukasi kepada masyarakat dan perlindungan konsumen.
Dalam ekosistem dana pensiun syariah, masyarakat lebih banyak berperan sebagai konsumen, yaitu sebagai pihak yang menitipkan sejumlah dananya kepada pelaku industri dan sekaligus sebagai pihak yang akan menerima manfaat pensiun syariah.
Peran lain masyarakat yang tidak kalah penting adalah sebagai pihak yang dapat mendirikan DPPK syariah. Adapun pemerintah memiliki peran yang sangat strategis sebagai pihak yang memiliki tugas dan tanggung jawab secara langsung untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Komponen Abiotik
Pada sisi yang lain, komponen abiotik didominasi sedikitnya oleh lima hal pokok, yaitu penghasilan masyarakat, pemahaman masyarakat, value, regulasi, dan keterjangkauan layanan.
Faktor penghasilan sangat sensitif terhadap keputusan seseorang untuk mengikuti dana pensiun syariah atau tidak. Hal ini dapat dipahami karena peserta dana pensiun syariah diharuskan untuk menyetorkan sejumlah dana sebagai iuran dana pensiun.
Namun demikian, berdasarkan berbagai hasil diskusi, seseorang tidak harus memiliki penghasilan besar untuk merasa membutuhkan dana pensiun syariah. Kondisi yang lebih penting adalah adanya penghasilan rutin bagi masyarakat, walaupun jumlah penghasilannya di bawah upah minimum perkotaan.
Konsekuensinya, industri dana pensiun syariah perlu menyediakan layanan/produk dengan nominal iuran pensiun yang lebih fleksibel. Akan lebih menarik bagi masyarakat apabila diperkenalkan konsep dana pensiun mikro syariah untuk membangun chemistry masyarakat dengan dana pensiun syariah.
Faktor pemahaman masyarakat mengenai dana pensiun syariah memiliki tingkat sensitivitas yang relatif setara dengan penghasilan. Masyarakat cenderung akan terdorong untuk memiliki program pensiun syariah setelah memahami konsep dana pensiun syariah dan memahami manfaatnya bagi fase hidup seseorang setelah memasuki usia pensiun.
Inilah ruang yang harus dieksplorasi secara optimal oleh pelaku industri dana pensiun syariah.
Dalam jangka panjang, agar eksistensi dana pensiun syariah semakin terlihat, perlu dibangun sebuah tata nilai (value) bahwa memiliki program pensiun syariah merupakan bentuk pelaksanaan perintah Allah SWT untuk mempersiapkan hari depan, sesuai dengan substansi Al Qur’an Surat Al Hasyr ayat 18.
Penanaman value tersebut sangat penting agar setiap orang mau mengidamkan memiliki program pensiun syariah. Upaya ini bisa jadi membutuhkan waktu yang cukup lama melalui pelaksanaan berbagai program aksi secara konsisten.
Khusus bagi DPPK syariah, terdapat faktor regulasi yang sangat sensitif terhadap eksistensi DPPK syariah, yaitu kewajiban bagi pemberi kerja untuk mengikutsertakan karyawannya ke dalam program BPJS ketenagakerjaan.
Faktor ini membuat pemberi kerja yang belum mendirikan DPPK cenderung tidak tertarik untuk menyelenggarakan program pensiun bagi karyawannya. Pemberi kerja sudah merasa cukup dengan mengikutsertakan karyawannya ke dalam program BPJS ketenagakerjaan.
Dalam konteks ini, perlu dicari titik temu yang bijaksana agar kedua program tersebut dapat berjalan beriringan tanpa saling meniadakan.
Sedangkan khusus bagi DPLK syariah, faktor keterjangkauan layanan lebih bersifat sebagai syarat cukup (second order condition) bagi eksistensi dana pensiun syariah. Keterjangkauan layanan tersebut perlu ada setelah faktor penghasilan, pemahaman dan value mencapai tahap matang.
Keterjangkauan layanan ini diperlukan untuk memberi kemudahan, membuka akses dan meningkatkan tingkat keyakinan masyarakat terhadap keamanan iuran pensiun yang disetorkan.
Jika memang pelaku industri dana pensiun syariah masih terkendala biaya untuk meningkatkan keterjangkauan layanan, perlu dipikirkan model kemitraan DPLK syariah dengan agen-agen branchless banking yang sudah banyak tersedia di perdesaan.
*) Artikel dimuat di rubrik Opini koran cetak Bisnis Indonesia edisi Jumat (15/2/2019)