Bisnis.com, JAKARTA—PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. meminta relaksasi aturan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) untuk menyalurkan kredit kepada perusahaan pelat merah, terutama untuk kebutuhan pembiayaan infrastruktur.
Dalam aturan yang berlaku saat ini, BMPK untuk korporasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah sebesar 30% dari modal. Sementara itu, BMPK untuk korporasi swasta adalah 20%.
Executive Vice President Divisi BUMN 1 Bank BRI I Made Suka mengatakan bahwa BMPK menjadi salah satu kendala penyaluran kredit infrastruktur. Lebih lanjut, menurutnya hal BMPK akan semakin menjadi kendala dengan terbentuknya holding infrastruktur dan perumahan BUMN.
Pasalnya, aturan BMPK akan tetap mengatur pemberian kredit maksimum kepada holding tersebut tetap 30% dari modal. Dengan kata lain, kemampuan bank menyalurkan kredit tidak akan sejalan dengan kebutuhan holding infrastruktur dan perumahan BUMN.
“Debitur digabung nanti, holding perumahan dan infrasturktur itu kan satu grup , BMPK sama. Jangankan untuk membiayai, kalau untuk holding itu jadi, bank akan ada kelebihan dana, itu akan jual ke mana? Makanya itu perlu relaksasi di sana,” katanya, Selasa (19/2/2019).
Dia menjelaskan, bank tentu tidak mungkin dengan sengaja melanggar aturan BMPK tersebut. Sebab, sebagai regulator, aturan tersebut diatur oleh Undang-undang dan termasuk ke dalam delik pidana. “Deliknya pidana, kami agak worry di situ.”