Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pinjaman Macet Fintech Meningkat Empat Kali Lipat

Rasio pinjaman macet di industri fintech lending kian meningkat. Semakin gencarnya ekspansi bisnis yang tidak diimbangi oleh sistem credit scoring yang mumpuni ditengarai sebagai penyebab memburuknya kualitas pinjaman.
Ilustrasi solusi teknologi finansial/flickr
Ilustrasi solusi teknologi finansial/flickr

Bisnis.com, JAKARTA — Rasio pinjaman macet di industri teknologi finansial pendanaan atau fintech lending kian meningkat. Semakin gencarnya ekspansi bisnis yang tidak diimbangi oleh sistem credit scoring yang mumpuni ditengarai sebagai penyebab memburuknya kualitas pinjaman. 

Merujuk pada data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rasio pinjaman macet atau tidak terbayar dalam jangka waktu melebihi 90 hari sepanjang tahun lalu berfluktuasi dan sempat menyentuh level tertinggi pada Agustus 2018 sebelum kemudian menurun pada akhir tahun. Namun, tren kenaikan berlanjut pada awal tahun ini.

Sampai dengan Februari 2019, rata-rata rasio pinjaman macet tercatat sebesar 3,18%. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan posisi pada akhir 2018 yang sebesar 1,45%, maupun posisi pada periode yang sama tahun lalu sebesar 0,78% . Itu artinya rasio kredit macet fintech memburuk hingga empat kali lipat dalam satu tahun terakhir.

Wakil Ketua Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko mengatakan bahwa naiknya rasio pinjaman macet merupakan hal yang wajar terjadi di industri yang sedang berkembang pesat. Apalagi, menurutnya, ketersediaan analisis data sebagai bahan untuk menyusun credit scoring calon nasabah masih terbatas sehingga mitigasi risiko menjadi lebih sulit dilakukan. 

“Jangkauan pasar semakin besar, jadi menurut saya wajar. Risk manajemen disesuaikan market, pinjaman naik turun sedikit bukan hal mengkhawatirkan selama masih dalam koridor,” katanya kepada Bisnis, Senin (15/4/2019). 

Di sisi lain, Sunu mengungkapkan bahwa terminologi pinjaman macet di industri jasa keuangan konvensional tidak bisa disamakan dengan industri P2P lending lantaran konsep pinjam-meminjam yang berbeda. 

P2P lending hanya mempertemukan antara pemberi pinjaman dan peminjam. Artinya, platform P2P lending tidak bertindak sebagai penyimpan dana seperti perbankan dan multifinance yang memiliki kewajiban menyediakan dana cadangan. 

Dalam bisnis P2P lending, keputusan untuk memberi pinjaman ada di lender, sehingga mereka bertanggung jawab penuh terhadap risiko kredit. Dari sisi penyedia platform, upaya yang dilakukan untuk membantu penagihan atau collection adalah dengan menilai kemampuan calon debitur dalam menyelesaikan kewajibannya. 

“Kami selalu menilai dari ability pay. Adapun faktor willingness to pay ini terkait dengan literasi keuangan,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Nindya Aldila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper