Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah mengatakan transaksi Domestic Non Delivery Forward (DNDF) sejauh ini sudah cukup efektif menjadi rujukan atau jangkar nilai tukar yang membentuk ekspektasi pergerakan rupiah di pasar domestik.
Menurutnya sebelum adanya DNDF domestik para pelaku menggunakan nilai tukar transaksi DNDF yang terbentuk di pasar luar negeri yang cenderung lebih tinggi, sehingga membentuk ekspektasi nilai tukar rupiah yang lebih lemah terhadap dolar.
Kebijakan BI yang terbaru ditujukan untuk meningkatkan supply DNDF di pasar domestik yang diharapkan akan membentuk ekspektasi penguatan rupiah atau setidaknya menahan pelemahan yang lebih dalam terutama di saat seperti sekarang ini.
Menurutnya apabila melihat respons pasar sejauh ini yang cukup positif terhadap keberadaan DNDF domestik, pihaknya menilai bahwa upaya BI merelaksasi ketentuan DNDF akan cukup efektif.
"DNDF domestik bagi pelaku pasar merupakan pilihan untuk melakukan hedging. Jadi relaksasi ini akan mendorong mereka untuk lebih aktif," tegasnya, kepada Bisnis, Senin (20/5/2019) malam.
Sementara itu, sebagaimana keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) April 2019, BI memperluas kebijakan yang lebih akomodatif untuk mendorong permintaan domestik.
Salah satunya mendorong sisi supply transaksi DNDF, khususnya melalui penyederhanaan ketentuan kewajiban underlying transaksi.
Untuk itu, BI menyempurnakan ketentuan DNDF melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.21/7/PBI/2019 tentang Perubahan atas PBI No.20/10/PBI/2018 tentang Transaksi Domestic Non Deliverable Forward.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Onny Widjanarko mengatakan bahwa penerbitan PBI ini bertujuan untuk memberikan fleksibilitas melalui penyesuaian underlying transaksi untuk penjualan valuta asing terhadap rupiah melalui transaksi DNDF yang dilakukan oleh nasabah atau pihak asing.
"Penyempurnaan ketentuan ini diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi pelaku pasar untuk melakukan lindung nilai atas risiko nilai tukar melalui penjualan valuta asing terhadap rupiah melalui transaksi DNDF," tulisnya dalam keterangan resmi, Senin (20/5/2019).
Beleid itu menuliskan, seluruh transaksi DNDF wajib memiliki underlying transaksi yang meliputi perdagangan barang dan jasa serta investasi di dalam dan luar negeri.
Namun underlying itu tidak termasuk surat berharga yang diterbitkan oleh BI; penempatan dana seperti tabungan, giro, deposito, dan NCD; fasilitas pemberian kredit belum ditarik; dan dokumen penjualan valuta asing terhadap rupiah yang berasal dari penjualan DHE.
Selain itu, yang tidak dianggap underlying juga mencakup kredit antarnasabah atau intercompany loan; kegiatan pengiriman uang oleh perusahaan transfer dana; dan KUPVA.
Kewajiban kepemilikan underlying transaksi dikecualikan untuk transaksi penjualan valuta asing terhadap rupiah melalui transaksi DNDF oleh nasabah atau pihak asing dengan nominal paling banyak US$5 juta atau ekuivalennya per transaksi untuk setiap nasabah atau setiap pihak asing.
Materi lain yang diatur dalam regulasi tersebut adalah transaksi DNDF yang dapat dilakukan pengakhiran transaksi (unwind), dan pengakhiran transaksi (unwind) dapat dilakukan tanpa underlying transaksi.