Bisnis.com, JAKARTA – Kewajiban asuransi kendaraan bermotor dengan perluasan tanggung jawab kepada pihak ketiga atau third party liability (TPL) dinilai menjadi salah satu yang perlu didorong untuk meningkatkan penetrasi asuransi.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dody A.S. Dalimunthe mengatakan, secara umum implementasi asuransi wajib atau compulsory insurance sebenarnya menjadi sarana yang ampuh untuk memasyarakatkan asuransi.
Program asuransi ini, jelasnya, bisa didorong kepada masyarakat dengan tingkat literasi keuangan yang masih rendah sehingga bisa terlebih dahulu merasakan manfaatnya.
Dody mencontohkan asuransi wajib ini terlaksana dalam program asuransi kesehatan yang dijalankan BPJS Kesehatan, asuransi budidaya perikanan yang didorong Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta asuransi usaha tani padi (AUTP), dan asuransi usaha ternak sapi (AUTS) yang diinisiasi Kementerian Pertanian. Seluruh program itu didukung dengan adanya subsidi untuk premi.
“Kemudian, sebenarnya satu lagi [compulsory insurance] yang harus didorong, yakni wajib TPL,” ujarnya kepada Bisnis, pekan lalu.
Dody mengatakan, AAUI sudah menyampaikan hal tersebut kepada Kementerian Keuangan ketika dimintai pendapat terkait dengan upaya peningkatan penetrasi asuransi. Apalagi, jelas dia, TPL sudah diwajibkan di sejumlah negara tetangga.
Menurutnya, proteksi TPL ini sangat penting untuk memberikan proteksi kepada pemilik kendaraan. Konsep jaminan TPL pada produk asuransi kendaraan bermotor secara mendasar memberikan perlindungan kepada para pemilik kendaraan ataupun pengemudi dari tanggung gugat hukum yang menyebabkan kerugian kepada pihak ketiga.
Kerugian itu baik meliputi kerugian fisik (bodily injury), seperti penggantian kerugian akibat kematian, cacat, biaya kesehatan, dan biaya pemakamam, maupun kerugian material (material damage) seperti penggantian kerusakan aset pihak lain.
Saat ini sebenarya asuransi TPL di Indonesia sudah dilaksanakan PT Jasa Raharja (Persero). BUMN ini menyelenggarakan program asuransi sosial sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 33/1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang Umum dan UU No. 33/1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas.
Meskipun begitu, jaminan yang diberikan Jasa Raharja melalui produk TPL itu masih sempit sebab hanya terbatas pada risiko bodily injury. Selain itu, penggantian kerugian atau kompensasi yang diberikan asuransi umum pelat merah itu pun kurang mencukupi atau masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan standar negara lain di Asia Tenggara.
Di sisi lain, selama ini asuransi kendaraan bermotor terutama hanya menjamin kerugian karena kehilangan dan kerusakan kendaraan. Sementara itu, proteksi TPL hanya sebagai jaminan tambahan.
“Jasa Raharja hanya menjamin bodily injury, tidak ada material damage,” jelasnya.
Director of Risk Management & Information Technology PT Jasa Raharja (Persero) Wahyu Wibowo mengakui bahwa untuk transportasi lintas batas negara sebenarnya proteksi TPL yang diberikan Jasa Raharja juga mencakup material damage. Namun, untuk kontek lokal, pihaknya hanya memproteksi bodily injury.
Menurutnya, proteksi TPL sangat penting bagi masyarakat untuk memitigasi risiko yang timbul dari berkendara.
“Untuk mitigasi, memang sebaiknya dialihkan risiko ini. Apalagi [nilai ganti rugi kepada pihak ketiga] bisa sangat besar. Kalau tidak diwajibkan, tentu bisa terlalu berat bagi pengemudi yang terlibat,” ujarnya.
Wahyu mengatakan, Jasa Raharja sebenarnya melakukan kajian setiap 5 tahun sekali terkait dengan besaran kompensasi atau santunan dari klaim kecelakaan kendaraan. Kendati begitu, jelasnya, penyesuaian nilai itu akan ditentukan lebih lanjut oleh Kementerian Keuangan.