Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

YLKI : Atasi BPJS, Pemerintah Perlu Prioritaskan Hal Lain Selain Tarif

YLKI menilai pemerintah perlu memprioritaskan skenario lain dalam menanggulangi defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan, alih-alih menjadikan penyesuaian besaran iuran sebagai kunci utama.
Warga antre mengurus kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (30/7/2018)./ANTARA-Yulius Satria Wijaya
Warga antre mengurus kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (30/7/2018)./ANTARA-Yulius Satria Wijaya

Bisnis.com, JAKARTA — Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI menilai pemerintah perlu memprioritaskan skenario lain dalam menanggulangi defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan, alih-alih menjadikan penyesuaian besaran iuran sebagai kunci utama.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menjelaskan, besaran iuran BPJS Kesehatan yang berlaku saat ini memang masih jauh di bawah biaya pokok (cost structure). Hal tersebut menjadi salah satu penyebab badan penyelenggara asuransi sosial tersebut mengalami defisit.

Dia pun menilai, usulan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan merupakan hal yang rasional. Meskipun begitu, YLKI menilai pemerintah perlu mengoptimalkan potensi skema lain untuk menekan defisit finansial BPJS Kesehatan.

"Artinya, tidak serta merta kenaikan iuran itu menjadi solusi tunggal untuk dibebankan ke konsumen," ujar Tulus pada Kamis (29/8/2019) dalam keterangan tertulis.

Menurut dia, pemerintah bisa saja melakukan relokasi subsidi energi dan atau menaikkan cukai rokok. Sebagian dari subsidi energi yang mencapai Rp157 triliun menurut YLKI dapat direlokasi sebagian menjadi subsidi BPJS Kesehatan.

"Atau yang urgen adalah menaikkan cukai rokok secara signifikan, dan persentase kenaikan cukai rokok itu sebagiannya langsung dialokasikan untuk memasok subsidi ke BPJS Kesehatan," tambah dia.

Skema tersebut, menurut Tulis, tidak membebani konsumen BPJS Kesehatan dan sejalan dengan upaya preventif promotif, sesuai filosofi BPJSKes.

Adapun, YLKI menilai, jika pemerintah tetap akan menaikkan iuran BPJS Kesehatan, maka pemerintah dan manajemen badan tersebut perlu melakukan reformasi total yang terdiri dari beberapa poin, yakni:

1. Menghilangkan kelas layanan dan adanya iuran BPJS Kesehatan yang berkeadilan. Peserta yang mampu membayar lebih tinggi;

2. Daftar peserta BPJS Kesehatan segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI) harus diverifikasi ulang.  Lalu, agar lebih transparan dan akuntabel nama penerima PBI harus dapat diakses oleh publik;

3. Manajemen BPJS Kesehatan harus membereskan tunggakan iuran dari kategori mandiri atau pekerja bukan penerima upah (PBPU) yang mencapai 54%.

4. YLKI pun mengusulkan fasilitas kesehatan (faskes) tingkat pertama, seperti puskesmas dan klinik harus dilakukan verifikasi, khususnya terkait ketersediaan dan jumlah dokter yang ada.

"Dengan demikian, YLKI mendorong pemerintah untuk memprioritaskan skenario yang lain. Kenaikan tarif adalah skenario terakhir, atau setidaknya pemerintah melakukan kombinasi keduanya," ujar Tulus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper