Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kenaikan Iuran BPJS, Klinik Bisa Makin Terancam Puskesmas

Defisit yang terjadi di BPJS Kesehatan juga salah satunya merupakan pengaruh dari puskesmas.
Petugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman, Jakarta, Selasa (3/8/2019). Pemerintah akan menerapkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2020 terhadap peserta non Penerima Bantuan Iuran (PBI) yakni dari sebelumnya Rp80.000 menjadi Rp160.000 untuk kelas I dan dari sebelumnya Rp51.000 menjadi Rp110.000 untuk kelas II./Antara-Aditya Pradana Putra
Petugas melayani warga di Kantor Pelayanan BPJS Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman, Jakarta, Selasa (3/8/2019). Pemerintah akan menerapkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2020 terhadap peserta non Penerima Bantuan Iuran (PBI) yakni dari sebelumnya Rp80.000 menjadi Rp160.000 untuk kelas I dan dari sebelumnya Rp51.000 menjadi Rp110.000 untuk kelas II./Antara-Aditya Pradana Putra

Bisnis.com, JAKARTA — Sekretaris Jenderal Asosiasi Klinik Indonesia Rizal mengeluhkan imbas pasien BPJS Kesehatan yang langsung berobat ke puskesmas dan itu bisa menyebabkan banyak klinik yang gulung tikar.

"Tapi kalau ini berjalan terus, ini bahaya, klinik akan tutup, dan defisit juga akan besar. Kenapa? Karena setiap dokter puskesmas setiap dia enggak mampu, langsung kasih rujukan ke rumah sakit," ujar Rizal di Kantor Ombudsman, Jakarta, Kamis (12/9/2019).

Oleh karena itu, ia mengusulkan fungsi puskesmas dikembalikan seperti dulu, yaitu untuk promotif dan preventif. Di samping itu, ia melihat nasib puskesmas sejatinya berbeda dengan klinik. Sebab, puskesmas sudah mendapat prasarana lengkap dari pemerintah. Sementara, klinik tidak.

"Mereka enggak dibayar Rp 8.000 pun enggak masalah. Akhirnya semua dokter ke puskemas, sudah dapat gaji, dapat lagi dari pasien BPJS," kata Rizal.

Di sisi lain, Rizal meyakini defisit yang terjadi di BPJS Kesehatan juga salah satunya merupakan pengaruh dari puskesmas. Sebab setiap pasien yang datang ke puskesmas bisa dengan mudah dirujuk ke rumah sakit. Dari sana lah biayanya membengkak.

Sementara, kalau pasien BPJS Kesehatan berobat ke klinik, mereka tidak boleh merujuk langsung ke rumah sakit. "Bisa dikejar oleh BPJS dan nilai kita akan berkurang, kapitasi kita berkurang," tutur dia. Kalau kapitasi berkurang maka klinik juga tidak bisa berjalan.

Saat ini, bayaran dari BPJS Kesehatan kepada klinik adalah Rp10.000 per pasien dan dihitung per kapita. Besaran itu belum sesuai dengan biaya yang mesti dikeluarkan klinik. Karena itu, ia menyambut rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Saat ini, ujar Rizal, puskesmas memang kerap menjadi pilihan pasien ketimbang klinik. Karena itu, ia berharap puskesmas kembali ke fungsinya untuk menjamin kesehatan masyarakat dan mencegah dari penyakit. "Bukan kami minta bagian juga ya, tapi lebih baik puskemas dikembalikan ke asalnya. Jadi pemerintah juga tidak akan terjadi defisit besar."

Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo memastikan premi iuran untuk peserta mandiri Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan atau BPJS Kesehatan kelas I dan II bakal naik mulai 1 Januari 2020. Ia mengatakan kebijakan tersebut akan diatur dalam peraturan presiden atau perpres.

“Kami akan sosialisasikan dulu kepada masyarakat,” ujarnya saat ditemui seusai menggelar rapat dengan Komisi IX dan XI DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/9/2019).

Mardiasmo menjelaskan, besaran kenaikan iuran kelas I dan II sesuai dengan yang diusulkan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Sebelumnya, Sri Mulyani meminta iuran kelas I naik dari Rp80.000 menjadi Rp160.000. Sedangkan iuran kelas II naik dari Rp51.000 menjadi Rp110.000.

Adapun kenaikan iuran peserta mandiri kelas III BPJS Kesehatan masih ditangguhkan lantaran rencana itu ditolak oleh DPR. DPR meminta kenaikan iuran ditunda sampai pemerintah melakukan pembenahan data atau data cleansing bagi peserta penerima jaminan kesehatan nasional atau JKN. Sesuai hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan tahun 2018, saat ini masih ada 10.654.539 peserta JKN yang bermasalah. DPR khawatir ada masyarakat miskin yang masih terdaftar sebagai peserta mandiri JKN kelas III.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : JIBI
Editor : Miftahul Ulum
Sumber : Tempo.co
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper