Bisnis.com, JAKARTA – Likuiditas perbankan pada tahun depan diprediksi akan lebih menantang. Otoritas diharap untuk dapat membuat strategi mitigasi guna mengendalikan risiko kekeringan likuiditas.
Sebagai informasi, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada Agustus tahun ini memprediksi loan to deposits rastio (LDR) 2020 akan mencapai 100,6%. Proyeksi ini naik dari bulan lalu yang masih diprediksi di level 99,7% pada 2020. Adapun pada tahun ini, LPS memprediksi LDR 96,8%.
Ketua Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) Aviliani menuturkan peningkatan proyeksi LDR harus menjadi perhatian.
"Kondisi ini harus mulai menjadi perhatian. Harus ada mitigasi risiko yang dibuat," katanya kepada Bisnis, Rabu (25/9/2019).
Dia menjelaskan, peningkatan proyeksi tersebut sejalan dengan rencana pemerintah yang masih akan gencar dengan proyek infrastruktur. Menurutnya, proyek infrastruktur akan menyerap kredit dalam jumlah yang besar, terutama dari bank-bank pelat merah.
Di sisi lain, dia menuturkan, pemerintah juga masih akan fokus menawarkan surat berharga negara dengan kupon yang tinggi. Hal ini tentunya akan membuat banyak dana akan mengalir ke kas pemerintah terlebih dahulu.
"Kalau berbicara kupon SBN, pemerintah juga tidak memiliki pilihan lain. Pemerintah juga menginginkan dana dari pihak asing tidak keluar guna menjaga stabilitas rupiah," jelasnya.
Aviliani menyarankan, tahun depan pemerintah perlu menunda beberapa belanja strategis guna menekan defisit anggaran yang lebih dalam.
"Salah satunya infrastruktur. Jika defisit bisa dikendalikan, maka kebutuhan untuk menyerap dana masyarakat lebih terjaga," katanya.
Hal senada juga disampaikan oleh, ekonom PT Bank Danamon Indonesia Tbk Wisnu Wardana. Menurutnya, tekanan dari defisit neraca pembayaran akan lebih landai. Pasalnya, maturity dari obligasi sudah banyak terjadi pada 2018 dan 2019.
"Jadi kebutuhan untuk menyerap dana masyarakat melalui pasar modal sedikit lebih landai," ucapnya.
Meskipun demikian, Wisnu menggaris bawahi posisi LDR yang diprediksi mencapai 100% sangat berisiko. "Kalau sudah 100% artinya bank tidak lagi memiliki giro wajib minimum yang dapat digunakan untuk memitigasi risiko likuiditas," katanya.
Sementara itu, Direktur PT Bank Woori Saudara Indonesia 1906 Tbk. (Bank Woori Saudara/BWS) M. Tri Budiono menuturkan, perseroan belum membahas lebih jauh terkait dengan kondisi bisnis tahun depan.
"Kita belum bisa sampaikan karena rencana bisnis bank tahun depan baru kami buat di bulan November," ungkapnya.
Kekeringan likuiditas menjadi isu perbankan dunia. Salah satunya, perbankan di Amerika Serikat mengalami kekeringan likuiditas. Bahkan dalam sepekan terakhir sempat diguyur dana oleh Bank Sentral Amerika Serikat sebesar US$278 miliar.
SUKU BUNGA
Direktur Grup Surveilans dan Stabilitas Sistem Keuangan LPS Samsu Adi Nugroho menilai pemangkasan suku bunga acuan akan menarik suku bunga deposito turun. Dalam jangka panjang hal itu akan berdampak pada suku bunga kredit, sehingga pontesial mendorong pertumbuhan penyaluran pembiayaan.
“Ekspansi [kredit] tersebut akan berdampak pada kondisi LDR terutama pada bank yang secara struktur memiliki ketergantungan besar terhadap DPK,” katanya kepada Bisnis belum lama ini.
Berdasarkan proyeksi LPS, kredit akan tumbuh dua digit hingga tahun depan, atau 12,1% secara tahunan (year-on-year/yoy). Pada akhir tahun ini, LPS melihat kredit masih punya ruang untuk tumbuh sebesar 11,7% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Sementara itu dana pihak ketiga (DPK) tidak akan menyentuh pertumbuhan dua digit, setidaknya hingga akhir tahun depan. LPS memperkirakan sumber dana konvensional bank tersebut naik 8,4% yoy pada Desember 2020.