Bisnis.com, JAKARTA — Penempatan dana masyarakat di bank umum tumbuh melambat hingga akhir 2019. Hanya bank pembangunan daerah yang mencatatkan pertumbuhan di atas rata-rata industri.
Berdasarkan Data Distribusi Simpanan Bank Umum yang dirilis Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dana pihak ketiga (DPK) yang dikelola bank umum per November 2019 tumbuh 6,54% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp6.042 triliun. Pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama pada 2018.
Sebagai perbandingan, pada November 2018 nilai simpanan yang dikelola bank-bank umum tumbuh 7,42% yoy. Bahkan, pada November 2017 pertumbuhan DPK di bank umum mencapai 9,77% yoy.
Jika dibedah lebih dalam, perlambatan pertumbuhan simpanan bank umum karena rendahnya kenaikan DPK jenis giro dan deposito. Per November 2019, nilai giro dan deposito yang dikelola bank-bank umum tumbuh masing-masing 6,27% dan 6,61% yoy.
Pertumbuhan giro dan deposito tersebut di bawah kenaikan simpanan jenis tabungan. Pada periode yang sama, tabungan bank umum tumbuh 7,29% yoy menjadi Rp1.869 triliun.
Hingga periode tersebut, simpanan perbankan masih didominasi oleh deposito sebesar 42,66%. Kemudian, 24,68% merupakan giro dan 30,94% tabungan.
Baca Juga
Apabila ditilik dari segi kepemilikan, Bank Pembangunan Daerah (BPD) menjadi jenis bank yang paling tinggi pertumbuhan simpanannya. Pada periode yang sama, nilai simpanan yang dikelola BPD tumbuh 10,82% yoy menjadi Rp594,27 triliun.
Kenaikan ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan DPK pada bank swasta nasional sebesar 7,44%, dan bank pelat merah yang mencapai 7,39% yoy. Bahkan, jumlah simpanan masyarakat di bank campuran dan asing tercatat turun masing-masing 14,85% dan 3,5% yoy.
Kenaikan simpanan di BPD membuat porsi DPK pada bank umum nasional pun meningkat. Per November 2019, simpanan masyarakat di BPD mencakup 9,83% dari total DPK.
Adapun bank pelat merah masih mendominasi penghimpunan dana sebesar 42,08%. Kemudian diikuti oleh bank swasta 42,02%, bank asing 3,19%, serta 2,84% sisanya di bank campuran.
ANOMALI BPD
Pengamat perbankan dari Universitas Bina Nusantara Doddy Ariefianto mengatakan, pertumbuhan dana masyrakat di BPD pada akhir tahun lalu merupakan anomali karena umumnya bank jenis ini mengalami pengetatan likuiditas pada kuartal akhir tahun berjalan. Pengetatan terjadi lantaran banyak dana pemerintah daerah di bank terkait yang keluar.
Lantas, pertumbuhan nilai DPK yang dialami BPD per November 2019 dianggap sebagai bukti adanya peningkatan kinerja bank jenis tersebut terutama dalam menggalang dana masyarakat. Peningkatan kemampuan menggalang dana membuat pertumbuhan DPK BPD menjadi yang tertinggi dibandingkan dengan bank lain berdasarkan jenis kepemilikan.
“Jadi mereka lebih mengembangkan diri, daripada jadi bendaharawan doang mereka mulai menawarkan dana dan mengembangan kapabilitas sebagai bank, mengembangkan kemampuan transacational banking-nya,” ujar Doddy kepada Bisnis, Minggu (5/1).
Berdasarkan data Distribusi Simpanan Bank Umum yang dirilis Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), nilai simpanan kelolaan BPD tumbuh 10,82% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp594,27 triliun per November 2019.
Kenaikan ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan DPK pada bank swasta nasional sebesar 7,44% yoy, dan pertumbuhan dana masyarakat di bank pemerintah yang mencapai 7,39% yoy. Bahkan, jumlah simpanan masyarakat di bank campuran dan asing tercatat turun masing-masing 14,85% yoy dan 3,5% yoy.
Doddy menyebut, perubahan paradigma BPD sebenarnya telah terjadi dalam kurun 1-2 tahun ke belakang. Pelaku BPD disebutnya mulai berupaya mengembangkan bisnis agar tak sepenuhnya tergantung pada keuangan Pemda wilayah mereka bernaung.
“Sekarang mereka sudah mengembangkan diri dan mereka ditargetkan begitu oleh Pemda-nya. Jadi kalau ditanya ke pimpinan BPD, mereka ditargetkan Gubernurnya jadi ‘raja’ di provinsinya sendiri,” tuturnya.
Doddy menambahkan penurunan simpanan di bank asing dan campuran tak bisa dilepaskan dari kondisi global yang tertekan akibat perang dagang. Hal ini berdampak pada melambatnya penyaluran kredit yang dilakukan bank asing serta campuran ke pelaku bisnis asal negaranya, dan berujung pada menurunnya DPK untuk menjaga kinerja perseroan.