Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom Bank UOB Enrico Tanuwidjaja memproyeksikan tren pertumbuhan kredit berada pada kisaran 8%-10% pada 2020.
Optimisme tersebut dipengaruhi oleh membaiknya sentimen global dan tensi perang dagang yang jauh menurun.
Memotret data OJK Januari-Oktober 2019 pertumbuhan kredit hanya 4%. Menurutnya, hal tersebut banyak dipengaruhi oleh lesunya permintaan kredit, atau bukan karena suplai dari sektor perbankan lantaran prospek bisnis yang masih belum pasti sepanjang 2019.
Kendati begitu, pada 2020 dia meyakini terdapat alasan kuat untuk melihat pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Secara khusus, lanjutnya, diyakini bahwa instrument fiskal akan lebih banyak digunakan pemerintah untuk mendiring pertumbuhan ekonomi pada tahun ini, hingga 3 sampai 4 tahun ke depan.
“Ditambah dengan adanya prospek Omnibus Law dan juga penyempurnaan daftar negatif investasi, maka semua ini akan mendorong foreign direct investment masuk lebih besar lagi ke Indonesia,” jelasnya kepada Bisnis.com, Kamis (16/1/2020).
Selain itu, untuk kondisi perekonomian saat ini, Enrico mengatakan penunjang likuiditas lain lebih menguntungkan untuk dilakukan. Salah satunya adalah penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) yang dinilai dapat memberikan stimulus perekonomian untuk tingkatkan pertumbuhan ekonomi. Penurunan GWM juga akan mempermudah perbankan untuk berekspansi karena keringanan yg didapat.
Kendati penurunan GWM dinilai lebih menguntungkan, Enrico mengatakan hal ini belum tentu membuat kredit meningkat. Pasalnya, adanya ketidakpastian ekonomi akibat perang dagang. Kondisi ekonomi yang tidak stabil membuat orang-orang lebih berhati-hati dan waspada dalam melakukan transaksi. Akibatnya, kendati sudah menurunkan GWM, pertumbuhan kredit bisa saja stagnan.