Bisnis.com, JAKARTA-- Terbitnya Peraturan Presiden No.25/2020 tentang Tata Kelola BPJS, dinilai mengisi kekosongan yang terjadi pada regulasi sebelumnya.
Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar menyatakan pihaknya menyambut baik aturan baru ini, karena akan memastikan tata kelola dua badan menjadi lebih jelas
"Banyak persoalan kerja-kerja direksi dan Dewas di dua BPJS ini yang berakibat timbul perselisihan karena belum adanya regulasi, dan kini aturan tata kelola dari Perpres 25/2020 sangat baik untuk memastikan hal itu," kata Timboel kepada Bisnis, Selasa (11/2/2020).
Sejumlah masalah yang ditemukan solusi itu misalnya terkait data. Timboel memaparkan pada BPJS Kesehatan, data terkait pelaksanaan jaminan kesehatan nasional (JKN) khususnya tentang pembiayaan INA CBGs di rumah sakit, hingga kapitasi di faskes tingkat pertama sulit diakses. Sementara di BPJS Ketenagakerjaan, data yang sulit diakses adalah data tentang investasi.
Pihaknya berharap dengan adanya beleid ini lembaga dan kementerian dengan mudah mengakses data-data di BPJS untuk mengevaluasi kebijakan lainnya. Timboel juga mengharapkan prinsip akuntabilitas diterapkan. Juga terdapat indikator pembagian yang jelas antara Dewan Pengawas atau Dewas dan Direksi.
"Persoalan antara Dewas dan Direksi BPJS Ketenagakerjaan misalnya dimana Dewas BPJS Ketenagakerjaan ingin melakukan operasionalisasi yang menjadi tanggungjawab Direksi, itu harus dihentikan, dan kembalikan fungsi dan tugas dewas BPJS Ketenagakerjaan yaitu menjadi pengawas," ujarnya.
Selama ini dia menilai Dewas BPJS Ketenagakerjaan telah melampaui dari tugasnya. Terkesan bersemangat ingin menjadi direksidengan melakukan intervensi. Kemudian, pada prinsip responsibilitas, Timboel menyatakak seharusnya beberapa regulasi yang dikeluarkan BPJS Kesehatan seperti ketentuan tentang keharusan peserta di satu kartu keluarga memiliki kelas pelayanan yang sama, sangat memberatkan. "Sehingga banyak peserta yang turun kelas perawatan seperti terjadi saat ini," tutupnya.