Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Selain Pertumbuhan Ekonomi, BI Juga Kembali Evaluasi Target Kredit

Pada Februari Bank Indonesia telah mengumumkan pemangkasan target pertumbuhan kredit menjadi sebesar 9 persen-11 persen karena virus corona semakin merebak ke negara di luar China.
Ilustrasi uang rupiah/Istimewa
Ilustrasi uang rupiah/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan akan kembali mengevaluasi proyeksi pertumbuhan kredit perbankan seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan hanya tumbuh 5,2 persen pada tahun ini.

Seperti diketahui, pada Februari 2020 Bank Indonesia telah mengumumkan pemangkasan target pertumbuhan kredit menjadi sebesar 9 persen-11 persen. Penurunan target terjadi karena dampak dari virus corona yang semakin merebak ke negara di luar China, termasuk negara-negara maju.

Perry mengatakan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan tumbuh 5,0 persen-5,4 persen tahun ini, kemungkinan hanya mencapai 5,1 persen. Jika didorong oleh stimulus fiskal dan moneter, maka pertumbuhan dapat menyentuk angka 5,2 persen.

"Yang harus kami kalkulasi lagi kreditnya, apa masih bisa sampai 9 persen-11 persen itu yang nanti kami umumkan. Proyeksinya akan kami sampaikan lagi di Rapat Dewan Gubernur BI (RDG), kami akan menghitung implikasi lebih lanjut," katanya, Rabu (11/3/2020).

Perry mengatakan kredit pada 2021 justru akan tumbuh lebih kencang dikisaran 10 persen-12 persen karena stimulus yang akan terus dilancarkan regulator dan efek perlambatan sementara dari virus corona.

Dia menambahkan BI bersama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah melancarkan berbagai stimulus, agar kualitas kredit perbankan juga tetap terjaga di samping mendorong stabilitas perbankan agar kredit lebih ekspansif.

Seperti diketahui, pada awal Maret 2020, Bank Indonesia telah memutuskan untuk memangkas rasio GWM valas dari semula 8 persen menjadi 4 persen dari dana pihak ketiga bank.

BI juga menurunkan sebesar 50 basis poin GWM Rupiah dari 5,5 persen menjadi 5 persen, yang dikhususkan untuk bank yang melakukan pembiayaan ekspor dan impor.

Jika dikalkulasikan, perbankan mendapat tambahan likuiditas sebesar Rp22 triliun. Kemudian pada 2019 lalu, BI juga memangkas GWM sebesar 100 bps. Sehingga total likuiditas tambahan bank senilai Rp73 triliun.

Selain itu, OJK juga memberikan pelonggaran untuk pengaturan penilaian kualitas aset kredit, yakni plafon sampai dengan Rp 10 miliar yang hanya didasarkan pada satu pilar yaitu ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga terhadap kredit kepada debitur di sektor yang terdampak penyebaran virus corona.

Relaksasi pengaturan restrukturisasi kredit juga dilakukan yakni yang terkait dengan debitur di sektor yang terdampak penyebaran virus corona.

Relaksasi pengaturan tersebut akan diberlakukan sampai dengan 1 tahun sejak ditetapkan, namun dapat diperpanjang bila diperlukan.

Sementara itu,  PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. menyatakan masih ada kemungkinan peluang loan growth akan berada di bawah 10 persen pada tahun ini.

Direktur Utama Bank Mandiri Royke Tumilaar mengakui saat ini mulai ada penurunan permintaan kredit. Namun, perseroan belum melakukan koreksi perubahan target pertumbuhan kredit.

Adapun, berdasarkan presentasi analyst meeting kuartal IV/2019, Bank Mandiri menargetkan pertumbuhan kredit sebesar 8 persen sampai 10 persen hingga akhir tahun ini. Rasio kredit bermasalah atau gross non performing loan (NPL) ditargetkan berada dikisaran 2,1 persen hingga 2,3 persen.

Menurutnya, Bank Mandiri kemungkinan akan mempertimbangkan koreksi pertumbuhan kredit setelah semester I/2020 berlalu yakni tepatnya antara Juni atau Juli 2020. Penurunan pertumbuhan kredit merupakan suatu kepastian karena adanya ketidakpastian kondisi ekonomi global dan dampak corona virus (Covid-19).

"Ya kami belum ukur, mungkin di bawah 10 persen pasti," katanya, Rabu (11/3/2020).

Menurutnya, saat ini memang pertumbuhan kredit yang anjlok belum terasa. Hanya saja, diyakini semua sektor akan terdampak adanya penurunan kredit tersebut. Selain itu, Bank Mandiri mengaku masih dapat menjaga rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL).

"Secara umum permintaan kredit turun di semua sektor, NPL belum. Berarti nasabah masih bagus-bagus," sebutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper