Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah resmi menerbitkan beleid yang mengatur modal inti minimum bank, yaitu Peraturan OJK Nomor 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum.
Dengan penerbitan aturan ini, modal inti minimum bank ditetapkan senilai Rp3 triliun. Sebelumnya, bank umum dengan kategori paling kecil, atau bank umum kegiatan usaha (BUKU) I memiliki modal inti di bawah Rp1 triliun.
Lewat regulasi tersebut, OJK mendorong industri perbankan menjalankan upaya konsolidasi. Adapun, POJK tersebut diterbitkan pada 16 Maret 2020 dan berlaku sejak diundangkan pada 17 Maret 2020.
POJK ini secara umum terdiri dari dua pokok pengaturan utama yakni pertama, mengenai kebijakan konsolidasi bank.
Kedua, pengaturan mengenai peningkatan modal inti minimum bagi bank umum dan peningkatan capital equivalency maintained assets (CEMA) minimum bagi kantor cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri (KCBLN), yakni masing-masing paling sedikit menjadi senilai Rp3 triliun paling lambat 31 Desember 2022.
Kebijakan konsolidasi bank juga mengatur bahwa Pemegang Saham Pengendali (PSP) bank dapat memiliki satu bank atau beberapa bank dengan memenuhi skema konsolidasi.
Baca Juga
Skema konsolidasi tersebut tidak hanya diarahkan melalui skema penggabungan, peleburan, atau integrasi antarbank, tetapi juga diperluas melalui skema pembentukan Kelompok Usaha Bank (KUB).
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan beleid tersebut merupakan salah satu upaya regulator untuk menyesuaikan dengan ekosistem perbankan Indonesia.
Saat ini perbankan Indonesia dihadapkan oleh tuntutan tambahan modal, peningkatan skala usaha, dan dukungan infrastruktur teknologi.
Menurutnya, sektor perbankan saat ini harus lebih adaptif, inovatif dan berdaya saing sehingga berpotensi meningkatkan biaya investasi untuk pengembangan teknologi. Bank pun dituntut untuk melakukan penguatan modal dan peningkatan skala usaha yang berkelanjutan.
"Untuk menghadapi perubahan ecosystem dan tuntutan inovasi yang masif tersebut, konsolidasi sektor perbankan telah menjadi keniscayaan," katanya seperti dikutip dalam keterangan, Selasa (24/3/2020).
Menurutnya, POJK Konsolidasi ini merupakan kebijakan strategis OJK yang telah ditetapkan sejak awal 2020 dan sangat relevan dengan dinamika perekonomian yang saat ini mengalami tekanan akibat downside risk dari penyebaran virus corona (Covid-19) yang dihadapi seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Penerbitan POJK Konsolidasi dinilai dapat menjadi momentum dan landasan bagi industri perbankan untuk meningkatkan skala usaha serta peningkatan daya saing melalui peleburan, penggabungan dan pengambilalihan.
Heru mengatakan konsolidasi tidak dimaksudkan untuk mengeliminasi atau meminggirkan bank-bank kecil. Sebaliknya, melalui konsolidasi ini bank-bank kecil memiliki ruang untuk memperkuat diri melalui skema peleburan, penggabungan ataupun menginduk pada kelompok usaha bank (KUB) yang lebih besar.
"Dengan demikian akan tercipta struktur bank yang lebih besar, memiliki daya tahan, lebih kontributif, inovatif dan berdaya saing melalui peningkatan skala usaha dan permodalan," katanya.
Kebijakan konsolidasi bank ini juga memberikan insentif pada pihak-pihak yang telah melaksanakan skema konsolidasi dan memenuhi modal inti minimum melalui pengecualian dari ketentuan single present policy (SPP) dan ketentuan batas maksimum kepemilikan saham serta ketentuan terkait lainnya.
"OJK meyakini bahwa kebijakan konsolidasi serta peningkatan modal ini minimum dan CEMA minimum dapat memberikan manfaat kepada industri perbankan, mengurangi biaya persaingan, membuat bank menjadi lebih efisien dan kontributif bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan," sebutnya.