Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Strategi Investasi di Tengah Pandemi Virus Corona

Tak sedikit investor yang telah mencairkan instrumen investasi yang dimilikinya karena kekhawatiran virus corona. Oleh sebab itu, menimbang-nimbang ulang strategi investasi harus dilakukan.
Ilustrasi investasi/Istimewa
Ilustrasi investasi/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Virus corona (Covid-19) yang telah menyebabkan pandemi tak hanya berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat saja, tetapi juga menghantam sektor perekonomian di Indonesia yang berdampak cukup dalam.

Hingga minggu ketiga Maret, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah terkoreksi sekitar 30% sejak awal tahun 2020 (ytd). Bahkan, dalam beberapa waktu terakhir IHSG telah mengalami beberapa kali suspensi perdagangan sementara karena mengalami pelemahan hingga -5% dalam sehari.

Hal tersebut tak ayal menimbulkan kegaduhan para investor dan masyarakat pada umumnya karena ketidakpastian pasar yang terus menunjukkan pelemahan. Tak sedikit investor yang telah mencairkan instrumen investasinya karena hal ini.

Oleh sebab itu, menimbang-nimbang ulang strategi investasi harus dilakukan. Perencana keuangan dari OneShildt Financial Planning Budi Raharjo mengatakan bahwa jurus yang tepat dalam melakukan investasi adalah dengan melihat kembali apa tujuan yang ingin dicapai.

Menurutnya, langkah yang paling bijak dalam berinvestasi ialah mengetahui tujuannya terlebih dahulu, baru kemudian diimplementasikan dengan menentukan jenis atau instrumen apa yang paling cocok untuk mencapai tujuan tersebut.

Hal ini penting dilakukan untuk mengantisipasi kebingungan yang mungkin timbul ketika pasar sedang bergejolak, seperti yang kini terjadi dengan adanya pandemi Covid-19. Keputusan apakah instrumen yang dimiliki harus dijual atau ditahan atau dialihkan harus mengacu pada tujuan awal yang telah ditetapkan.

Budi mencontohkan dalam kasus saham, apabila tujuan investasinya adalah jangka pendek seperti untuk dana pendidikan anak yang sudah dekat, dia menyarankan untuk lebih baik memindahkan instrumen investasi ke sarana yang lebih aman. Misalnya, instrumen seperti pasar uang atau deposito yang memiliki risiko lebih rendah.

Proses menyeimbangkan kembali (rebalancing) portofolio harus dilakukan guna meminimalkan kerugian yang mungkin terjadi di tengah ketidakpastian pasar yang besar ini, “Masalahnya kita belum tahu kondisi ini akan sampai berapa lama. Maka mau enggak mau memang harus lebih konservatif untuk sekarang ini,” katanya kepada Bisnis.

Namun demikian bagi para investor yang telah lama berkecimpung di bidang ini, Budi menyatakan bahwa kondisi harga-harga saham yang terkoreksi juga bisa dilihat sebagai peluang untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Tentunya hal ini memerlukan pengetahuan finansial yang baik dan keberanian mengambil risiko.

Hal senada juga diungkapkan oleh Chief Investment Officer Jagartha Advisors Erik Argasetya yang menyebut kondisi penurunan pasar saham saat ini sebagai diskon besar-besaran, sehingga memberi peluang para investor untuk membangun portofolionya dan mendapatkan keuntungan.

Menurutnya, kendati kini pasar masih dilanda kekhawatiran tapi secara historis ada beberapa sektor yang cenderung bersifat defensif. Erik juga sepakat bahwa pengetahuan tentang investasi dalam hal ini menjadi penting untuk menentukan kemana aset yang dimiliki akan berlabuh.

“Jika dilihat secara jangka panjang pun, pasar saham akan selalu rebound setelah adanya epidemi. Sehingga dengan kondisi pasar terkini, investor dapat memanfaatkan situasi untuk membeli produk saham karena harga saham yang rendah dan membiarkannya hingga kondisi pasar membaik,” katanya.

Namun demikian, dia mengingatkan kepada para investor untuk tetap melakukan diversifikasi instrumen sebagai langkah penting. Saat ini sudah ada banyak pilihan yang bisa dijadikan alternatif tak hanya sekadar pasar modal layaknya saham, obligasi, atau reksa dana.

Instrumen investasi saat ini makin beragam misalnya dengan kehadiran platform teknologi finansial (fintech) dengan penawaran equity crowdfunding (ECF), project financing, dan peer-to-peer (P2P) lending yang bisa menjadi pilihan diversifikasi.

Akan tetapi sekali lagi, Erik mengimbau agar para investor mengerti tentang instrumen yang akan dipilih berkaitan dengan proses dan risikonya serta memastikan produk investasi dan penyelenggara yang menyediakannya terdaftar dan memiliki izin dari pihak berwenang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper