Bisnis.com, JAKARTA – Industri perbankan akan dimungkinkan untuk tidak perlu membentuk pencadangan untuk kredit-kredit bermasalah dengan plafon sampai dengan Rp10 miliar yang terdampak COVID-19.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengungkapkan, hal ini dimungkinkan jika kredit bermasalah tersebut memenuhi satu syarat penilaian kolektibilitas, yakni dari sisi ketepatan pembayaran.
“Bagi kredit sampai Rp10 miliar, ada skema boleh membayar apabilal mampu dan mempunyai uang. Kita sebut penilaian kolektibilitas dengan satu pilar, yakni hanya dengan ketepatan membayar. Ini dinilai lancar sehingga akhirnya bank-bank tidak harus membentuk cadangan provisi,” katanya dalam paparan live KSSK, Rabu (1/4/2020).
Wimboh mengatakan dengan tidak wajib membentuk pencadangan, perbankan dan lembaga keuangan akan menjadi lebih ringan.
“Jadi stimulus ini akan ke dua sisi, baik peminjam maupun pemberi pinjaman bisa mendapatkan insetif,” katanya.
Dia mengatakan, dengan penyebaran pandemi COVID-19 yang kian meluas saat ini, banyak pelaku usaha yang sudah terdampak, seperti di bidang perhotelan dan sektor lain.
“Hal-hal begini kita berikan insentif untuk direstruktur, untuk bisa ditunda pembayaran bahkan ditunda pengurangan bunga pokok, dan sebagainya. Ini bisa kesepakatan antara kreditur dan para peminjam,” lanjut Wimboh.
Dia juga menekankan agar proses restructuring kredit antara debitur dan perbankan, khususnya untuk pelaku usaha informal sebaiknya tidak dilakukan secara tatap muka ataupun melalui debt colletor tetapi lewat teknologi online atau sistem digital.
“Ini kita siapkan oleh para pemberi kredit dan sudah diumumkan pada masyarakat, jangan sampai datang berbondong-bondong. Bahkan kalau kredit besar, kami rasa komunikasi dapat lancar tanpa harus ketemu fisik,” ujarnya.