Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia dinilai masih terlalu pasif dalam membantu pemerintah menanggulangi dampak ekonomi dari epidemi virus corona pada tahun ini.
Sebagai informasi, Bank Indonesia mengambil mode lender of the last resort, dalam arti mampu membeli surat berharga pemerintah yang tidak dibeli oleh investor.
Bank Indonesia pun menyiapkan anggaran hampir Rp300 triliun, yang berasal dari pembelian surat utang pemerintah, penurunan giro wajib minimim, dan pelaksanaan repo.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai kebijakan tersebut masih sangat terbatas. Langkah otoritas moneter tersebut baru mengambil peran sebagai lender of the last resort yang menyediakan likuditas untuk menjamin kestabilan.
"Masih sangat terbatas. Kami berharap Bank Indonesia mengambil langkah quantitative easing yang justru dapat dilakukan dalam momentum ini agar kebutuhan pemerintah,” katanya kepada Bisnis, Rabu (1/4/2020).
Dia menjelaskan QE merupakan langkah di mana otoritas moneter membeli semua surat berharga yang diinvestasikan oleh bank, baik milik swasta maupun pemerintah.
Baca Juga
Jika hal tersebut dilakukan, maka likuditas dapat dikucurkan dengan mudah dengan beban utang yang tentunya akan lebih murah bagi pemerintah untuk menanggulangi epidemi virus corona, bahkan menciptakan momentum pertumbuhan ekonomi.
Bagi industri perbankan, kondisi likuidtas yang masih tergolong ketat seketika akan menjadi sangat longgar.
Piter melanjutkan penyediaan likuiditas BI saat ini baru sebatas membantu pemerintah dalam menanggulangi wabah dan mengurangi beban pajak pelaku usaha.
“Padahal dengan QE, BI dapat memberi kelonggaran yang lebih luas dengan menyediakan dana murah agar pelaku usaha dapat meningkatkan kas guna menjamin kelangsungan dan mempercepat momentum perbaikan usahanya,” ujarnya.
Seperti diketahui, pada BI bersama Kementerian Perekonomian , Kemenkeu, OJK dan LPS menyampaikan bauran kebijakan yang ditempuh guna memperkuat stimulus ekonomi sesuai kewenangan BI dalam Perppu nomor 1/2020 tanggal 31 Maret 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19 dan/atau dalam rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Dalam Perppu baru tersebut, antara lain diatur tentang perluasan kewenangan BI untuk dapat membeli SUN/SBSN jangka panjang di pasar perdana untuk membantu pemerintah membiayai penanganan dampak penyebaran COVID-19 terhadap stabilitas sistem keuangan. Pembelian SBN di pasar perdana dilakukan dalam hal pasar tidak bisa menyerap seluruh SBN yang diterbitkan pemerintah. Peran BI sebagai last resort.
Kedua, sebagai langkah antisipatif, BI membeli surat repo, surat berharga yang dimiliki LPS untuk biaya penanganan permasalahan solvabilitas bank sistemik dan bank selain bank sistemik.
Ketiga, memberikan pinjaman likuidtas jangka pendek atau pembiayaan likuiditas jangka pendek berdasarkan prinsip syariah kepada bank sistemik atau bank selain bank sistemik.