Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengamat: Restrukturisasi Kredit Perlu Dukungan Penguatan Likuiditas

Potensi restrukturisasi kredit terbilang cukup besar jika hanya dilihat dari kredit UMKM, yang mencakup hampir 20 persen dari total kredit Rp5.500 triliun
Petugas menunjukkan uang rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Kamis (19/3/2020). Bisnis/Arief Hermawan P
Petugas menunjukkan uang rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Kamis (19/3/2020). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA -- Pengamat menilai peningkatan restrukturisasi kredit pada tahun ini perlu didukung dengan penguatan likuditas baik dari strategi internal bank, maupun kebijakan relaksasi likuditas dari fiskal maupun moneter.

Analis Perhimpunan Perbankan Nasional (Perbanas) Dendy Indramawan mengatakan potensi restrukturisasi kredit terbilang cukup besar jika hanya dilihat dari kredit usaha mikro kecil menengah yang mencakup hampir 20 persen dari total kredit Rp5.500 triliun.

"Dari perhitungan kami, dari total sekitar Rp1.000 triliun, ada penundaan arus kas cicilan kredit sekitar Rp100 triliun. Nilai tersebut cukup besar dan perlu menjadi perhatian," katanya, Minggu (12/4/2020).

Dia menjelaskan bank, khususnya bank besar saat ini sudah cukup proaktif dalam meningkatkan alat likuidnya untuk mengantisipasi pelemahan arus kas masuk yang cukup tinggi tersebut.

Namun, antisipasi tersbut hanya mampu menyerap potensi pengetatan likuiditas di level rendah dan sedang. Jika terjadi pengetatan yang lebih tinggi, maka bank perlu mendapat dukungan dari fiskal ataupun moneter.

"Yang paling bisa dijaga adalah likuditas bank BUMN. Dengan begitu transasksi pasar uang ataran bank bisa tetap berjalan dan membantu bank kecil yang kemampuan perolehan likuiditasnya terbatas," imbuhnya.

Sebelumnya, beberapa bank menyatakan sedang meningkatkan alat likuid untuk menghadapi peningkatan restrukturisasi yang diperkirakan masih akan tinggi pada semester pertama tahun ini.

Direktur Finance, Planning, & Treasury Bank BTN Nixon L. P. Napitupulu mengatakan permohonan restrukturisasi tahun ini berpotensi cukup dalam dan berpotensi membuat likuiditas mengetat. Pasalnya, cicilan yang menurun atau bahkan tertunda membuat arus kas masuk melambat.

"Untuk menjaga likuiditas, kami meningkatkan alat tunai berupa kas, surat berharga negara, dan sertifikat Bank Indonesia sampai Rp20 triliun, itu naik 30 persen dari posisi alat tunai normal kami," katanya dalam Live Streaming BTN, Sabtu (12/4/2020).

Nixon menyebutkan restrukturisasi pada kuartal kedua tahun ini meningkat cukup pesat menjadi 17.000 debitur dengan nilai Rp2,7 triliun. Padahal pada, akhir kuartal pertama 2020, jumlah debitur tersebut hanya 3.000 debitur.

Dengan kondisi belum menunjukkan perkembangan positif saat ini, perseroan bahkan mempersiapkan diri untuk merestrukturisasi hingga lebih dari 40.000 debitur tahun ini.

"Tentunya proses restrukturisasi akan kami lakukan dengan ketat agar tidak menimbulkan moral hazard, tetapi restrukturisasi ini menunjukkan semakin kecilnya arus kas masuk kami. Di sisi yang lain, kami terus membayar bunga simpanan," katanya.

Meski demikian, Nixon menyebutkan perseroan belum mengkhawatirkan adanya bank run yang membuat likuiditas semakin ketat.

Selain karena masyarakat masih cukup bijak dalam menanggapi berbagai sentimen negatif, perkembangan teknologi perbankan saat ini memungkinkan nasabah penyimpan menggunakan uangnya tanpa menarik tunai.

"Namun, untuk menjaga kepercayaan tersebut, jumlah kas di setiap kantor cabang kami tingkatkan," imbuhnya.

Dalam kesempatan terpisah, PT Bank Pan Indonesia Tbk. juga menyatakan akan menggunakan strategi yang serupa, untuk menghadapi potensi restrukturisasi yang semakin tinggi.

"Iya tentunya semua hal kami persiapkan, termasuk penjagaan likuiditas," kata Presiden Direktur Bank Panin Herwidayatmo tanpa menyebutkan besaran peningkatannya.

Adapun, laporan 2019 emiten berkode PNBN ini mencatat liquidity coverage ratio (LCR) berada pada 140,17 persen naik dari 2018 yang 123,43 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : M. Richard
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper