Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menolak mentah-mentah usulan DPR RI agar bank sentral mencetak uang dalam jumlah besar untuk menyelamatkan ekonomi akibat wabah virus Corona (Covid-19).
Menurutnya, pernyataan agar BI mencetak uang lalu dibagikan ke masyarakat salah dan tidak sesuai dengan kebijakan moneter yang prudent.
"Sekarang kita dengar ada pandangan masyarakat, jadi untuk mengatasi Covid-19 Bi cetak uang saja lalu dibagikan ke masyarakat. Tidak usah khawatir inflasi. Mohon maaf, itu bukan praktik kebijakan yang lazim dilakukan BI," katanya dalam konferensi pers virtual, Rabu (6/5/2020).
Dia menuturkan pernyataan tersebut salah kaprah sehingga bisa menimbulkan kebingungan masyarakat. Menurut Perry, BI selama ini berpengang pada tugasnya untuk melakukan operasi moneter, baik untuk uang kartal maupun uang giral.
Uang kartal merupakan uang kertas dan uang logam yang didistribusikan ke masyarakat. Sementara itu, uang giral merupakan uang yang ada disimpan tabungan atau deposito di perbankan.
"Jangan menambah kebingungan masyarakat! BI cetak uang untuk menangani civid itu enggak lazim di bank sentral," tegasnya.
Baca Juga
Wacana agar BI mencetak uang dalam jumlah besar muncul di publik beberapa waktu lalu. Pernyataan tersebut awalnya disampaikan oleh salah satu anggota DPR RI dan diikuti oleh pihak lain.
Lantas, siapa saja tokoh yang menggaungkan wacana cetak uang baru untuk mendanai ekonomi saat pandemi Covid-19? Berikut kronologisnya!
30 April 2020: Ketua Banggar DPR RI Usulkan BI Cetak Uang Rp600 Triliun
Badan Anggaran (Banggar) DPR RI memberi masukan agar Bank Indonesia (BI) mencetak uang sampai Rp 600 triliun untuk turut serta dalam menangani dampak virus Corona terhadap perekonomian Indonesia.
Ketua Badan Anggaran MH Said Abdullah mengatakan, dalam cetak uang ini inflasinya bisa dihitung. Dia memperkirakan inflasi hanya 5-6% jika BI mencetak uang Rp600 triliun. Hal itu tertuang dalam rekomendasi Banggar yang ditujukan ke pemerintah dan BI.
"Bank Indonesia mencetak uang dengan jumlah Rp 400-600 triliun sebagai penopang dan opsi pembiayaan yang dibutuhkan oleh pemerintah. Mengingat, dalam situasi global yang ekonominya slowing down, tidak mudah mencari sumber sumber pembiayaan, meskipun dengan menerbitkan global bond dengan bunga besar. Bank Indonesia dapat menawarkan yield sebesar 2-2,5 persen, sedikit lebih rendah dari global bond yang dijual oleh pemerintah. Kebijakan mencetak uang sebagaimana yang dimaksud harus memperhitungkan dampak inflasi yang ditimbulkan, sekaligus tekanan kurs terhadap rupiah."
30 April 2020: PKS Tegaskan Ide Cetak Uang Bukan Suara DPR RI
Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di DPR Bidang Ekonomi dan Keuangan, Ecky Awal Mucharam mengatakan usulan cetak uang itu bukanlah permintaan resmi dari dari DPR, tetapi usulan pribadi.
Fraksi PKS tidak sependapat dengan usulan tersebut. Dalam pembahasan dengan Komisi XI, Bank Indonesia juga telah menyampaikan tidak mengarah untuk mencetak uang dalam jumlah besar
3 Mei 2020: Mantan Mendag Minta BI Cetak Uang Rp4.000 Triliun
Menteri Perdagangan RI periode 2011-2014 Gita Wirjawan mengusulkan kepada BI untuk melakukan pencetakan uang senilai Rp4.000 triliun. Usulan itu untuk memitigasi dampak ekonomi yang terjadi di kala pandemi Covid-19 berlangsung.
Gita menuturkan uang tersebut tidak hanya menjadi stimulus untuk masyarakat yang kehilangan pendapatan, tapi juga untuk restrukturisasi penyelamatan sektor riil dan UMKM yang hancur akibat Corona.