Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan, Pemerintah Pertimbangkan Hal Ini

Pemerintah pusat resmi menyesuaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau BPJS Kesehatan melalui Perpres No. 64/2020 yang telah diundangkan pada 6 Mei 2020.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris (kiri) memberikan paparan saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (9/1/2019)./ANTARA-Rivan Awal Lingga
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris (kiri) memberikan paparan saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (9/1/2019)./ANTARA-Rivan Awal Lingga

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah pusat resmi menyesuaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau BPJS Kesehatan melalui Perpres No. 64/2020 yang telah diundangkan pada 6 Mei 2020.

Deputi Bidang Penanggulangan Kemiskinan dan Perlindungan Sosial Kemenko PMK Tb. A. Choesni menegaskan pemerintah tetap menghargai putusan Mahkamah Agung dan menindaklanjutinya dengan melakukan perbaikan kebijakan dan pengelolaan JKN secara menyeluruh.

Dia mengklaim pemerintah memiliki keinginan yang sama dengan masyarakat untuk mewujudkan universal health coverage agar seluruh rakyat Indonesia memiliki akses terhadap layanan kesehatan yang dibutuhkan dengan biaya yang terjangkau.

"Tentunya dengan adanya penyesuaian ini, tata kelola sistem pelayanan JKN jadi meningkat kualitasnya. Pemerintah juga mempertimbangkan berapa faktor, seperti kemampuan peserta dalam membayar iuran,langkah perbaikan keseluruhan sistem JKN, dan gotong royong antar-segmen kepesertaan," jelas Choesni dikutip dalam siaran resmi Sabtu (16/5/2020).

Sebelumnya Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris menegaskan bahwa adanya Perpres tersebut berpihak ke masyarakat.

"Adanya Perpres ini justru mengembalikan pada nilai-nilai yang seharusnya. Hakekatnya program ini program bersama yaitu gotong royong saling kontribusi antara satu sama lain. Negara hadir disini," kata Fachmi Idris.

BFachmi Idris menegaskan bahwa Presiden Joko Widodo berkomitmen soal ini. " Masyarakat yang tidak mampu dibiayai pemerintah. Pak Jokowi komitmen dalam hal ini. Per 30 April 2020 negara sudah membiayai sebanyak 132 juta jiwa," kata dia.

Fachmi menambahkan, memperhatikan pandemi covid-19, bagi peserta yang menunggak dapat mengaktifkan kepesertaannya kembali dan hanya membayar paling banyak sebesar 6 bulan dan diberikan kelonggaran pelunasan sampai dengan 2021 agar kepesertaannya tetap aktif. Adapun untuk 2021 dan selanjutnya peserta harus melunasi seluruh tunggakan.

Selanjutnya, Staf Ahli Kemenkeu Bidang Pengeluaran Negara, Kunto Wibowo Dasa menerangkan bahwa terdapat perubahan penerima bantuan yang dibiayai APBD. Mulai 2020, penduduk yang didaftarkan Pemda atau PBI APBD dengan kebijakan PBI terpusat yaitu menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari Kementerian Sosial.

“Oleh karena itu untuk 2020, penduduk yang didaftarkan Pemda iurannya mengikuti ketentuan yang berlaku pada kelas 3 PBPU," jelasnya.

Adapun mulai 2021 dan seterusnya, lanjutnya, bagi penduduk yang memenuhi kriteria miskin dan tidak mampu, kepesertaannya akan ditambahkan sebagai bagian dari peserta PBI. Sedangkan, yang tidak memenuhi kriteria kepesertaan PBI, menjadi Peserta PBPU dan Peserta BP dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan dan iuran di Kelas III.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper