Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Program Keringanan Kredit Dinilai Belum Optimal karena Sosialisasi Minim

Program relaksasi kredit memang termasuk kebijakan darurat untuk menekan kenaikan kredit bermasalah di tengah pandemi.
Petugas melayani nasabah yang melakukan transaksi perbankan di Kantor Pusat PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk. (Bank BNP) di Bandung, Jawa Barat, Senin (8/1)./JIBI-Rachman
Petugas melayani nasabah yang melakukan transaksi perbankan di Kantor Pusat PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk. (Bank BNP) di Bandung, Jawa Barat, Senin (8/1)./JIBI-Rachman

Bisnis.com, JAKARTA - Relaksasi kredit perbankan maupun perusahaan pembiayaan dinilai belum optimal karena minimnya sosialisasi ke dunia usaha baik dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator maupun pelaku industri ke debitur yang terdampak.

Wakil Ketua Komisi XI DPR Amir Uskara menyatakan bahwa kebijakan relaksasi kredit memang termasuk kebijakan darurat, sehingga OJK dan sektor jasa keuangan dituntut bekerja cepat menyiapkan perangkat regulasinya untuk menahan kenaikan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL).

“Tuntutan dari dunia usaha memang mendesak, sementara waktu untuk menyiapkan perangkat aturannya sangat singkat. Hal ini menjadi salah satu penyebab, sektor jasa keuangan agak kesulitan merestrukturisasi kredit karena aturan yang mereka miliki yaitu restrukturisasi kredit saat kondisi normal,” kata Amir, Senin (18/5/2020).

Menurut Amir, salah satu bank yang merestrukturisasi kredit debiturnya yaitu PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.

Hingga kuartal I/2020, kata Amir, BRI telah merestrukturisasi kredit senilai Rp101 triliun kepada sekitar 1,4 juta debitur, terutama segmen Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

“Saya belum melihat dampak dari restrukturisasi selama pandemi ini di bank-bank lain karena belum menyampaikan laporan kinerja kuartal I/2020,” kata Amir.

Dari sisi debitur, Politisi dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menyatakan bahwa dari beberapa penyampaian Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) di daerah yang dia terima, banyak anggota mereka yang belum terinformasi sama sekali.

“Mereka hanya mendengar imbauan Presiden di media, tetapi tidak tahu ada aturan dari OJK dan bank atau perusahaan leasing yang memungkinkan mengajukan relaksasi jika usahanya terdampak Pandemi Covid-19,” katanya.

Oleh karenanya, Amir berharap OJK dan sektor jasa keuangan terbuka menyampaikan ke publik khususnya ke debitur, kriteria yang layak untuk mendapat keringanan dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan demi kelangsungan usaha debitur.

Dia menambahkan, bank atau perusahaan pembiayaan pun harus selektif dalam menganalisa, memilih, dan memutuskan debitur yang benar-benar layak mendapat relaksasi karena usahanya terdampak Covid-19.

Dengan demikian, bank atau perusahaan pembiayaan dapat membedakan debitur mana yang layak diselamatkan dan mana yang memang sudah bermasalah, sehingga tidak menimbulkan moral hazard.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper