Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) 17-18 Juni 2020 kembali memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 4,25 persen.
Sejak awal 2019, BI telah memangkas suku bunga acuan sebanyak tiga kali. Tren penurunan suku bunga di perbankan pun menunjukkan penurunan menyusul kebijakan pemangkasan suku bunga BI.
Penurunan suku bunga secara berkala paling terlihat pada produk simpanan. Sementara penurunan suku bunga kredit tidak sekencang penurunan suku bunga simpanan.
Direktur Consumer Banking PT Bank CIMB Niaga Tbk. Lani Darmawan mengatakan penurunan suku bunga kredit akan turun jika beban dana (cost of fund/CoF) bank juga mengalami penurunan.
Meski tengah menghadapi situasi pandemi dan bank harus melakukan banyak restrukturisasi kredit, menurut Lani penurunan suku bunga kredit tetap berjalan.
Namun, kebijakan bunga ini akan disesuaikan dengan profil tingkat risiko nasabah, sehingga penurunan tidak dilakukan secara merata.
Baca Juga
"Kebijakan bunga kami sesuaikan dengan tingkat risiko nasabah, jadi belum tentu sama. Namun, pada dasarnya bisa tetap jalan," katanya kepada Bisnis, Kamis (18/6/2020).
Lani menambahkan fokus perseroan saat ini yaitu lebih membantu nasabah yang kesulitan karena terdampak pandemi Covid-19. Sementara kredit akan disalurkan dengan selektif.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Lando Simatupang yakin perbankan masih akan tetap mentransmisikan penurunan suku bunga acuan dan deposito ke suku bunga kreditnya.
"Hanya saja, waktu sekitar tiga bulan masih perlu ditunggu karena itu masa transisi suku bunga acuan ke suku bunga kredit menurut BI. Kita cukup perlu menunggu saja," katanya.
Akan tetapi, dia mengatakan perbankan saat ini pun cukup kesulitan menghadapi penurunan pendapatan bunga lantaran restrukturisasi. Apalagi, salah satu pilihan dari restrukturisasi kredit adalah penurunan suku bunga yang menggerus net interest margin.
Di luar itu, perbankan juga memperhatikan risiko kredit yang masih cukup tinggi di masa pandemi ini, sehingga berdampak suku bunga kredit yang masih perlu dijaga di atas dua digit.
"Iya yang penting tunggu saja tiga bulan ke depan, ini sudah masuk masa new normal. Perbankan tentu juga akan lebih pilih ekspansi kredit ketimbang hanya menunggu," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Riset Center of Reform on Economics Indonesia Piter Abdullah mengatakan likuiditas masih cukup ketat sehingga membuat posisi suku bunga kredit sulit turun.
Pengetatan likuditas, khususnya di bank menengah kecil tergolong cukup serius sehingga masih perlu memberi suku bunga deposito spesial yang membuat suku bunga kreditnya tinggi.
"Likuiditas memang masih ketat. Terlebih sistem moneter kita tidak sama dengan dengan The Fed di Amerika, sehingga suku bunga acuan bukan menjadi acuan tertinggi bagi suku bunga kredit," katanya.