Bisnis.com, JAKARTA -- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. menyampaikan realisasi hapus buku kredit atau write off per Mei 2020 mencapai Rp5 triliun.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan realisasi hapus buku tersebut dinilai tidak akan menggerus laba perseroan.
Dia menjelaskan besarnya hapus buku atau write off tidak serta merta menyebabkan penurunan laba. Penurunan laba BRI pada Mei 2020 dinilainya wajar terjadi karena dampak dari Covid-19.
BRI membukukan penurunan laba hingga 34 persen pada Mei 2020 dibandingkan periode sama tahun lalu menjadi senilai Rp8,42 triliun. Nilai tersebut tidak hanya mengalami penurunan dibandingkan dengan Mei 2019, tetapi juga menurun 4,91 persen jika dibandingkan April 2020 yang tercatat senilai Rp8,86 triliun.
"Tahun ini penurunan laba sangat wajar terjadi akibat terjadinya wabah, tapi bukan semata karena besarnya write off," katanya kepada Bisnis, Senin (27/7/2020).
Meskipun demikian, hapus buku yang dilakukan pada tahun ini juga dihadapkan dengan tingkat pengembalian yang lebih rendah dibandingkan dengan kondisi normal.
"Write off kan bukan pilihan, itu keterpaksaan. Bank tidak mau melakukan itu," katanya.
Nasabah bertransaksi melalui mesin ATM di galeri e-banking Bank BRI, di Jakarta, Selasa (12/9)./JIBI-Dwi Prasetya
Sebelumnya, Direktur Keuangan BRI Haru Koesmahargyo mengatakan meskipun dilakukan write off, perseroan akan tetap mengupayakan pengembalian kredit dengan melakukan penagihan.
Sejumlah upaya yang lain yang bisa dilakukan perseroan untuk menyelesaikan kredit bermasalah tersebut adalah dengan melakukan percepatan penjualan agunan melalui lelang maupun bekerja sama dengan agen properti.
Adapun BRI menargetkan recovery rate atau tingkat pengembalian atas kredit yang dihapus buku sebesar 50 persen pada tahun ini.
"Peningkatan recovery income dari kredit yang telah di-writte off juga menjadi strategi kami untuk meningkatkan pendapatan bank di luar pendapatan bunga," katanya.
Soal penurunan laba pada Mei 2020, Haru mengatakan faktor utamanya disumbang oleh tekanan pada pendapatan bunga. Selain itu, tingginya restrukturisasi kredit akibat pandemi Covid-19 khususnya di segmen mikro dan perlambatan pertumbuhan kredit juga mendorong penurunan laba pada Mei 2020.
Pada Mei 2020, BRI juga membukukan tambahan biaya pencadangan sebagai mitigasi risiko pemburukan kualitas kredit terdampak Covid-19.
Laporan keuangan menyebutkan pembentukan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) pada Mei 2020 adalah senilai Rp54,186 triliun atau meningkat 1,81 persen dibandingkan dengan April 2020 yang senilai Rp53,221 triliun.
Sementara itu, jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu, pembentukan CKPN pada Mei 2020 mengalami pertumbuhan yang signifikan yakni naik 41,79 persen. Pada Mei 2019, pembentukan CKPN BRI adalah senilai Rp38,215 triliun.
Meskipun demikian, dia menilai tren pendapatan bunga pada Mei 2020 justru lebih baik dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Hal tersebut sejalan dengan penurunan tren restruturisasi kredit dan mulai pulihnya ekonomi di fase transisi pembatasan sosial skala besar (PSBB).
"Diperkirakan tren pendapatan bunga bersih akan membaik di bulan-bulan berikutnya," katanya.