Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Fintech Lending Bisa Bantu Penyaluran Dana PEN ke UMKM, Tapi ...

Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi percaya diri bahwa industri peer to peer lending mampu ikut menyalurkan dana pemulihan ekonomi nasional.
Ilustrasi solusi teknologi finansial/flickr
Ilustrasi solusi teknologi finansial/flickr

Bisnis.com, JAKARTA - Berbagai kelebihan platform teknologi finansial peer-to-peer lending (fintech P2P lending) masih perlu dioptimalkan, sebelum industri ini dipercaya lebih jauh untuk menyalurkan dana pemulihan ekonomi nasional besutan pemerintah.

Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi dalam diskusi virtual bertajuk Peran Fintech Pendanaan Bersama dalam Akselerasi Penyaluran Stimulus Program Pemulihan Ekonomi Nasional, Kamis (3/9/2020), percaya diri bahwa industri tersebut sudah mampu ikut terlibat mendorong pemulihan ekonomi nasional.

Beberapa modal penting yang dimiliki perusahaan fintech lending, kata dia, antara lain dari sisi kecepatan, contactless, pendataan yang mutakhir, dan sistem credit scoring yang efektif karena berbasis teknologi.

"Terutama untuk berperan serta dan aktif dalam membantu pemulihan ekonomi nasional, sehingga impact kita lebih besar lagi, pemulihan ekonomi pun bisa lebih cepat," ujarnya.

Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Riswinandi mengakui beberapa kelebihan fintech lending memang bermanfaat dalam membantu memulihkan ekonomi.

Namun, dari sisi OJK selalu regulator, dia memandang ekosistem fintech lending masih perlu dioptimalkan dalam rangka supervisi yang lebih baik.

Supervisi ini misalnya dengan mendorong semua pelaku yang berizin dan terdaftar untuk bergabung dalam ekosistem Fintech Data Center. Saat ini pendaftaran untuk pelaku P2P baru pun masih ditutup sementara.

"Sampai akhir tahun jumlah pelaku fintech 161 perusahaan. Kami stop dulu semua pendaftarannya, mau rapikan sistem dulu, terlalu cepat pertumbuhannya. Sejauh ini sudah ada 33 berizin, 124 terdaftar, kami sedang mengejar supaya izinnya bisa direalisasikan," jelasnya.

Menurut Riswinandi, fintech lending punya potensi besar untuk menyalurkan PEN karena jangkauannya bisa lebih luas karena fleksibilitasnya dalam mengandalkan teknologi. Akan tetapi, dia menilai kapasitas masing-masing perusahaan masih perlu jadi perhatian.

Riswinandi mencontohkan dalam distribusi surat berharga negara (SBN) saja, baru segelintir fintech lending yang mau, mampu, dan dipercaya sebagai mitra distribusi pemerintah.

"Harus duduk bersama karena sumber dana [PEN] kan dari pemerintah. Mungkin yang berizin dulu yang dikasih kesempatan, lalu evaluasi. Karena teknologi, seluruh Indonesia memang bisa ter-cover, tapi harus hati-hati juga karena ini berhubungan dengan risiko kredit," jelasnya.

Terkini, Riswinandi mengungkap bahwa hal paling memungkinkan dalam konteks pelibatan industri fintech lending dalam penyaluran dana PEN, yakni memanfaatkan data UMKM yang mereka punya demi efektivitas penyaluran PEN agar lebih tepat sasaran.

"Memang karena P2P lending ini masuknya ke dalam yang unbankable, waktu kami meminta lakukan pengecekan untuk bekerja sama dengan biro kredit, OJK dan BI dulu memang tidak ada datanya. Data yang dibentuk P2P ini memang bisa dioptimalkan. Mungkin diperdalam lagi saja," tambah Riswinandi.

Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Hanung Harimba Rachman mengungkap hal senada, khususnya mengenai perlunya kedalaman data.

"Kemarin juga kami mencoba data dari platform digital. Kemarin yang menjadi kendala kami NIK-nya belum bisa didapatkan. Lalu alamat kadang nama usahanya, bukan nama individu," jelasnya.

Dalam pemberdayaan UMKM, Hanung menjelaskan bahwa Kementerian Koperasi dan UKM masih mengandalkan data UMKM binaan perbankan dan data penyalur pembiayaan modal kerja pelat merah PT Permodalan Nasional Madani.

Selain itu, menurut Hanung, digitalisasi UMKM juga masih menjadi pekerjaan rumah, karena belum semua pelaku UMKM, terutama yang konvensional, percaya diri dan akhirnya sukses bertransformasi ke tanah digital.

"Memang tidak mudah masuk ke sana, tingkat sukses itu hanya 5%. Jadi untuk itu, kita melakukan beberapa langkah untuk membantu mereka masuk ke dunia digital. Diantaranya ada program-program membuat reseller untuk perantara mereka, terutama bagi anak-anak muda, yang lebih melek digital," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Azizah Nur Alfi
Editor : Ropesta Sitorus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper