Bisnis.com, JAKARTA -- Kualitas kredit diprediksi semakin memburuk seiring dengan pengetatan pembatasan sosial skala besar (PSBB) yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Ekonom PT Bank Permata Tbk. Josua Pardede mengatakan pengetatan PSBB Jakarta akan kembali menghambat aktivitas perekonomian secara umum. Apalagi, kondisi perekonomian Indonesia dapat terpengaruh oleh PSBB DKI mengingat kontribusi ekonomi provinsi ini sekitar 18 persen terhadap perekonomian nasional.
Pengetatan PSBB Jakarta, lanjutnya, tidak begitu mengubah proyeksi pertumbuhan di kuartal III yang diyakini masih di kisaran minus 3 persen YoY. Pasalnya, dampak pelonggaran PSBB sejak Juni 2020 baru menunjukkan peningkatan pada beberapa indikator yakni indeks keyakinan konsumen (IKK), retail sales, dan Prompt Manufacturing Index (PMI).
Meskipun demikian proyeksi pertumbuhan pada kuartal IV/2020 berpotensi lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. Apabila tidak terjadi PSBB kembali maka pertumbuhan ekonomi kuartal IV/2020 berpotensi tumbuh positif.
Namun, dengan adanya kondisi PSBB yang akan dimulai kembali pada 14 September mendatang diperkirakan akan mendorong pemulihan ekonomi pada kuartal IV/2020 tertahan sehingga pertumbuhan ekonomi masih terkontraksi.
Dengan keputusan PSBB kembali tersebut, lanjutnya, pemerintah daerah perlu menyiapkan alokasi anggaran untuk perlindungan sosial berupa bansos dari pemda sehingga dapat mempertahankan konsumsi rumah tangga yang sudah mulai membaik sejak pelonggaran PSBB pada bulan Juni yang lalu.
"Dengan kondisi demikian, pemerintah perlu meninjau kembali upaya restrukturisasi kredit UMKM serta korporasi lanjutan mengingat POJK terkait restrukturisasi kredit tersebut akan berakhir pada Maret 2021. Selain itu pemerintah juga perlu mempercepat penyerapan anggaran PEN," katanya kepada Bisnis, Kamis (10/9/2020).
Menurutnya, peningkatan NPL pada masa pandemi Covid-19 dipengaruhi oleh perlambatan pertumbuhan kredit khususnya dari sisi permintaan, terutama kredit modal kerja yang cenderung melambat seiring dengan penurunan aktivitas perekonomian dari sisi produksi.
Pada kuartal II/2020, terjadi kontraksi pada hampir seluruh sektor usaha, yang menandakan bahwa pandemi ini berdampak negatif terhadap mayoritas sektor usaha.
Salah satu sektor yang mengalami kontraksi cukup dalam adalah sektor perdagangan, yang terkontraksi sebesar 7,6 persen YoY pada kuartal II/2020.
Padahal sektor ini merupakan salah satu sektor terbesar yang menyumbang permintaan kredit dengan proporsi sebesar 17,08 persen dari total kredit. Per Juni 2020, kredit sektor ini mengalami kontraksi kredit sebesar 5,38 persen dengan rasio NPL sebesar 4,59 persen.
"Sektor dari perdagangan ini sendiri berkaitan langsung dengan aktivitas ekonomi masyarakat sehingga tanpa adanya pemulihan ekonomi yang signifikan, maka pertumbuhan kredit di sektor ini akan terhambat," katanya.