Bisnis.com, JAKARTA - Statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan tingkat kredit bermasalah akumulasi perusahaan pembiayaan atau multifinance di masa new normal belum membaik.
Rasio non-performing financing (NPF) terbaru dari 182 multifinance per Juli 2020 dari OJK menunjukkan angka 5,6 persen, naik tipis dibandingkan dengan bulan lalu sebesar 5,1 persen.
Kendati tercatat terus menanjak sejak pandemi, kenaikan ini terbilang lebih rendah daripada selama awal merebaknya Covid-19, terutama ketika pembatasan sosial berskala besar (PSBB) marak digelar di beberapa kota besar.
Memasuki awal periode 2020, multifinance masih mencatatkan NPF di angka 2,56 persen, berlanjut Februari sebesar 2,66 persen, Maret 2,82 persen, kemudian kenaikan pun mulai terasa pada April sebesar 3,30 persen, berlanjut lagi ke Mei di angka 4,11 persen.
Indikator kinerja keuangan multifinance lain, yaitu rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) pun masih turun tipis dari 92,5 persen pada Juni 2020 ke angka 92,09 persen pada Juli 2020.
Sementara gearing ratio atau jumlah pinjaman dibandingkan modal sendiri perusahaan masih 2,47 kali, masih jauh dari batas aturan maksimal sebesar 10 kali.
Adapun return on asset (ROA) para pelaku industri pembiayaan pada Juli 2020 hanya sebesar 1,79 persen, sedangkan return on equity (ROE) industri pada sebesar 4,46 persen.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menjelaskan bahwa pandemi Covid-19 membawa dampak besar bagi industri jasa keuangan, salah satunya bagi industri pembiayaan. Salah satu dampak terbesar adalah peningkatan rasio NPF.
Menurut Wimboh, terdapat peningkatan NPF dan non-performing loan (NPL) perbankan dari waktu ke waktu, khususnya pada masa pandemi virus corona. Adanya restrukturisasi kredit sangat membantu menahan laju kenaikan itu, meskipun tak bisa dihindarkan.