Bisnis.com, JAKARTA — Wacana pembatasan penjualan unit-linked hanya kepada sejumlah nasabah dinilai akan memengaruhi 47 perusahaan asuransi yang menjual produk tersebut.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menyatakan bahwa tidak semua perusahaan asuransi menjual produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau unit-linked. Namun, kebijakan terkait produk tersebut akan memengaruhi perusahaan-perusahaan terkait.
"Kurang lebih 47 perusahaan yang jual unit-linked dari 60 anggota AAJI," ujar Togar kepada Bisnis, Selasa (3/11/2020).
Banyaknya perusahaan yang memasarkan unit-linked memengaruhi kontribusi produk tersebut terhadap total polis asuransi jiwa. Berdasarkan catatan AAJI, sekitar 63 persen polis asuransi jiwa yang ada saat ini merupakan unit-linked dan sisanya merupakan produk asuransi tradisional.
Togar menilai bahwa wacana pembatasan penjualan unit-linked hanya kepada sejumlah nasabah bukan langkah yang tepat. Regulator dan industri pertama-tama perlu memetakan masalah dari penjualan produk tersebut, alih-alih membatasi pembelinya.
Menurutnya, terdapat banyak faktor penyebab terjadinya dispute dari penjualan unit-linked. Seperti diketahui, risiko pengurangan nilai manfaat kerap menjadi masalah dan menimbulkan preseden buruk bagi industri.
"Karena penyebabnya [dispute] macam-macam, bisa dari tenaga penjualnya yang salah atau berlebihan saat menawarkannya [unit-linked], bisa juga calon nasabahnya yang tidak baca secara detil isi polis, dan lain-lain. Sebaiknya dilihat dulu secara objektif penyebab dari permasalahan yang muncul," ujar Togar.
Penyusunan Surat Edaran OJK (SEOJK) terkait unit-linked disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Riswinandi dalam konferensi pers Perkembangan Sektor Jasa Keuangan, Senin (2/11/2020).
Menurutnya, pembatasan penjualan unit-linked menjadi salah satu poin yang menjadi pembahasan antara otoritas dengan pihak-pihak terkait lainnya karena produk tersebut memiliki aspek investasi. Hal tersebut kerap belum dipahami oleh masyarakat.
"Juga yang lebih penting bahwa ada usul yang masih perlu dilakukan diskusi yang berulang, bahwa kami akan membatasi siapa yang bisa membeli asuransi PAYDI ini, karena kaitannya dengan investasi, sedangkan asuransi itu kan lebih besar ke proteksi seharusnya," ujar Riswinandi.