Bisnis.com, JAKARTA - Akuisisi bank oleh grup konglomerasi diperkirakan masih berlanjut pada tahun depan sejalan dengan rencana perluasan bisnis grup dan ketentuan POJK 12/2020.
POJK 12/2020 mewajibkan modal inti minimum bank sebesar Rp3 triliun pada 2022. Ketentuan ini berlaku bertahap yakni Rp1 triliun pada 31 Desember 2020, Rp2 triliun pada 2021, dan Rp3 triliun pada 2022.
Adapun, data OJK mencatat ada 14 bank dari kelompok bank umum kegiatan usaha (BUKU) I sampai dengan Agustus 2020. Bank BUKU I merupakan kelompok bank dengan modal inti kurang dari Rp1 triliun.
PT Bank Harda Internasional Tbk. salah satunya. Sampai dengan 30 September 2020, modal inti utama Bank Harda hanya sebesar Rp290,88 miliar. Artinya, masih perlu tambahan dana sekitar Rp710 miliar selama kurang dari dua bulan agar dapat memenuhi regulasi itu.
Bank Harda akhirnya mendapat investor strategis untuk memenuhi ketentuan POJK tersebut. PT Mega Corpora, sub holding dari bisnis keuangan CT Corpora, awal pekan ini mengumumkan rencana akuisisi Bank Harda. CT Corp merupakan grup bisnis milik pengusaha Chairul Tanjung.
Dalam akuisisi tersebut, PT Hakim Putra Perkasa akan menjual 3,08 miliar saham miliknya di Bank Harda ke PT Mega Corpora. Jumlah itu setara dengan 73,71% dari seluruh saham yang ditempatkan dan disetor penuh dalam perseroan. Perjanjian pengikatan jual beli itu telah ditandatangani pada 16 Oktober 2020.
Baca Juga
"Tujuan pengendalian untuk mendukung kebijakan perbankan di Indonesia dan mengembangkan perseroan untuk menjadi bank sesuai dengan ketentuan yang berlaku baik dari segi operasional maupun permodalan," terang Direktur PT Mega Corpora Ali Gunawan dan Direktur Bank Harda Yohanes, dalam pengumuman di Bursa.
Tak berhenti di situ, PT Mega Corpora juga berencana melakukan penyertaan saham di Bank Bengkulu. Hingga 30 Juni 2020, modal inti utama Bank Bengkulu sebesar Rp822,47 miliar, sehingga perlu tambahan modal sekitar Rp177,53 miliar untuk memenuhi POJK 12/2020. Mega Corp telah melakukan pemaparan pada RUPSLB pertengahan September kemarin. Mereka juga telah melakukan due diligent.
Adapun, porsi pembelian saham memang belum diputuskan. Namun, jika melihat kepemilikan saham Mega Corpora di dua bank daerah yakni BPD Sulteng dan BPD Sulutgo sekitar 24,9%.
"Masih tetap proses jalan dengan PT Mega Corpora, 99% jadi. Dari Pemda kita tetap meminta untuk tambahan setoran modal, tapi untuk prioritas pemenuhan target Rp1 triliun lebih ke PT Mega Corpora. Insyaallah dalam minggu ini dapat keputusan pastinya karena baru selesai dilakukan due diligent dari PT Mega Corpora. Respon dari mereka positif," terang Pemimpin Divisi Corporate Secretary Bank Bengkulu Fanny Irfansyah.
Dalam sepekan terakhir, Bisnis mencoba mengkonfirmasi kepada manajemen CT Corpora terkait rencana penyertaan saham pada Bank Bengkulu dan rencana ke depan untuk Bank Harda, tetapi perseroan belum menyampaikan pernyataan resmi.
Baru-baru ini, aksi akuisisi juga dilakukan oleh PT Bank Central Asia Tbk. terhadap PT Bank Rabobank Internasional, yang kemudian berubah nama menjadi PT Bank Interim Indonesia. Bank Interim akan dimerger ke dalam PT Bank BCA Syariah dan ditargetkan efektif pada 15 Desember 2020.
Akhir tahun lalu, BCA juga merampungkan akuisisi PT Bank Royal Indonesia, yang kemudian berganti nama menjadi Bank Digital BCA.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan melihat langkah grup konglomerasi yang aktif masuk ke bank menjadi strategi perluasan bisnis grup di sektor keuangan. Apalagi, investor melihat bisnis perbankan masih prospektif.
Di sisi lain, bank cilik terdesak pemenuhan regulasi POJK 12/2020 yang tenggatnya kurang dari dua bulan. Dari situ, grup konglomerasi cukup ekspansif berinvestasi di berbagai bank di Indonesia.
"Demikian pula dengan BCA. BCA ingin membentuk unit digital banknya dan memperbesar BCA Syariah. Tentunya daripada membentuk basis-basis baru, lebih baik ambil yang sudah ada dan tinggal menyesuaikan dengan rencana perusahaan," katanya, Jumat (6/11/2020).
Bagi regulator, kata dia, penting dicermati apakah sinergi ini akan berdampak positif bagi sektor perbankan. Harapannya, investor bukan hanya melakukan penambahan modal, tetapi juga berkontribusi terhadap perluasan bisnis perbankan itu sendiri.
Lebih lanjut, Trioksa memperkirakan aksi akuisisi oleh grup konglomerasi masih akan berlanjut pada tahun depan, apalagi dengan kehadiran POJK 12/2020 yang akhirnya mendorong konsolidasi bank.
"Karena memang tidak mudah meningkatkan permodalan hingga mencapai Rp3 triliun dalam kurun waktu dua tahun ke depan. Cara paling cepat adalah ada investor baru yang masuk. Tentunya siapa yang punya uang yang berkuasa," imbuhnya.