Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia melaporkan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) per Oktober 2020 tercatat sebesar Rp6.336,5 triliun atau tumbuh 11,6% yoy, lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 12,1% year on year (yoy).
Perlambatan DPK pada Oktober 2020 terjadi pada tabungan dan giro. Berdasarkan golongan nasabahnya, perlambatan DPK terjadi pada nasabah korporasi.
Secara umum, giro mengalami perlambatan pertumbuhan dari 22,9% yoy pada September 2020 menjadi 19,1% yoy pada Oktober 2020, baik dalam rupiah maupun valuta asing (valas), khususnya di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Tengah.
Sementara itu, tabungan tercatat melambat dari 11,4% yoy pada September 2020 menjadi 11,2% yoy pada bulan laporan terutama disebabkan tabungan rupiah di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Tengah.
Di sisi lain, simpanan berjangka tercatat masih mengalami peningkatan dari 7% yoy pada September 2020 menjadi 8,1% yoy bersumber dari simpanan berjangka rupiah maupun valas terutama di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Timur.
Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan pertumbuhan DPK yang melambat menjadi kabar yang baik. Sebab, dia melihat dari sisi deposan khususnya korporasi mulai melakukan normalisasi produksi. Hal ini sesuai dengan data Purchasing Managers Index (PMI) yang perlahan juga membaik.
Baca Juga
"Kalau melihat DPK sudah mulai tumbuh melambat itu bagus. Artinya korporasi sudah mulai mengeluarkan uangnya dari deposito perbankan untuk membeli bahan baku atau merekrut karyawan yang sebelumnya di-PHK dan dirumahkan. Karena yang terburuk mungkin sudah lewat titik rendahnya dari resesi ekonomi, sekarang sudah masuk pemulihan secara bertahap," katanya, Senin (30/11/2020).
Di samping itu, kata dia, mulai ada tren persiapan untuk ekspansi produksi pada tahun depan. Sektor usaha mulai membeli bahan baku dan menata ulang bisnisnya.
Program pemulihan ekonomi pada tahun depan secara otomatis akan membuat deposan korporasi akan mengurangi simpanan di perbankan. Bagi perbankan, momentum ini semestinya dibarengi dengan kecepatan bank untuk menyalurkan pinjaman kepada korporasi sehingga terjadi pertumbuhan kredit yang lebih positif.
"Ini sinyal yang bagus. Jadi tidak terlalu banyak menumpuk dana di perbankan, sudah mulai banyak bergerak di sektor riil," imbuhnya.
Perlambatan DPK juga menjadi momentum bagi perbankan untuk menekan cost of fund. Sebab semakin besar DPK tetapi tidak sejalan dengan permintaan pinjaman, maka akan menyebabkan biaya dana semakin gemuk.
"Ini yang bisa dikurangi cost of fund. Ini yang saya kira cukup penting sehingga penurunan ke transmisi bunga kredit harapannya relatif lebih cepat," katanya.