Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Duh! OJK Temukan Asuransi Jiwa dengan Investasi Risiko Tinggi

Ada perusahaan asuransi yang menempatkan investasi di saham berisiko tinggi atau di grup yang memiliki risiko exposure tersendiri.
Karyawan berkomunikasi didekat logo beberapa perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) di Jakarta, Selasa (15/1/2020). Bisnis/Nurul Hidayat
Karyawan berkomunikasi didekat logo beberapa perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) di Jakarta, Selasa (15/1/2020). Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan terdapat perusahaan-perusahaan asuransi jiwa yang melakukan pengelolaan aset melebihi kemampuannya atau excessive risk taking. Industri pun diimbau untuk mengelola investasi dengan baik, agar kepercayaan masyarakat terus tumbuh.

Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2A OJK Ahmad Nasrullah menjelaskan bahwa terdapat dua produk utama di asuransi jiwa, yakni produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau unit-linked dan dwiguna atau endowment. Kedua produk itu memiliki aspek investasi.

Menurut Nasrullah, kedua produk tersebut mendominasi pendapatan premi asuransi jiwa setiap tahunnya sekitar 60 persen. Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) pun mencatat bahwa polis unit-linked mencakup 63,9 persen dari total premi industri.

Sayangnya, dalam kondisi tersebut terdapat perilaku excessive risk taking dari perusahaan asuransi dengan investasi yang terlalu berisiko. Perusahaan itu menempatkan investasi di saham yang berisiko tinggi atau menurut Nasrullah di grup yang memiliki risiko exposure tersendiri.

"Permasalahannya adalah, yang serius, kenapa beberapa hal [masalah asuransi] terjadi sekarang yang kasusnya kembali meledak. Kami melihat ada perilaku excessive risk taking dari perusahaan asuransi. Ini tidak lepas dari step pertama tadi, saat penjualan produk dan saat mendesain produk asuransi," ujar Nasrullah pada Kamis (10/12/2020).

Menurutnya, sejumlah perusahaan asuransi jiwa mungkin terlalu optimistis terhadap kinerjanya. Bahkan, beberapa perusahaan menjamin imbal hasil produk yang sebenarnya disadari di luar kemampuan dari perusahaan.

"Karena ada target ingin mendapatkan premi lebih, istilahnya hunger premium. Jor-joran jualan, penempatannya tidak pas, excessive risk taking, ditambah kondisi Covid-19 seperti ini, jatuh perusahaan. Konsekuensinya apa? Tidak bisa memenuhi kewajiban kepada nasabah," ujarnya.

Selain itu, otoritas pun menemukan adanya kecenderungan hasil investasi yang menutupi hasil underwriting, sehingga perusahaan asuransi sangat bergantung kepada kinerja investasi. Kondisi itu membuat OJK menekankan pentingnya pengelolaan investasi oleh industri asuransi jiwa, agar tidak terjadi kegagalan pengelolaan keuangan.

"Artinya kalau di sini [investasi] dia failed, ya sudah, selesai semua. Paling yang kami kejar adalah pemegang saham pengendalinya untuk menambah modal. Jika itu tidak terjadi, ya sudah, berarti perusahaan itu gagal, dan ini yang kami khawatirkan akan berakibat kepada industri secara keseluruhan," ujar Nasrullah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper