Bisnis.com, JAKARTA -- Suku bunga kredit mengalami penurunan secara gradual sepanjang tahun ini dan diproyeksikan masih akan berlanjut hingga paruh pertama tahun depan.
Meski hal ini akan sangat membantu industri riil dalam menekan beban pinjamannya, perbaikan kinerja ekonomi berkualitas tetap perlu dilakukan untuk menstimulasi penyaluran kredit agresif berbiaya murah ini dapat tetap berdampak baik bagi perbankan.
Berdasarkan data OJK, rata-rata suku bunga kredit rupiah perbankan turun untuk semua kebutuhan baik modal kerja, investasi maupun konsumsi. Adapun, posisi masing-masing kebutuhan kredit saat ini tercatat 9,38 persen, 9,01 persen, dan 11,05 persen pada Oktober tahun ini.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menyampaikan perbankan saat ini mendapat ruang yang cukup untuk penurunan suku bunga kredit seiring dengan penurunan beban dana akibat naiknya tabungan masyarakat.
Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan hingga ke 3,75 persen yang membuat beban dana perbankan semakin turun. Pemerintah pun ikut membantu efisiensi beban dana dengan melakukan penempatan dana pada bank-bank pelat merah dan bank daerah.
Di samping itu, dia juga menggarisbawahi perbankan tengah berupaya untuk meringankan beban debitur berkualitas untuk dapat lebih meningkatkan kinerjanya pada tahun depan.
"Tren ini berpotensi berlanjut hingga kuartal pertama dan kuartal kedua tahun depan, dan akan menjadi stimulasi untuk meningkatkan kinerja sektor riil," katanya, Rabu (30/12/2020).
Meski demikian, dia menjelaskan tren ini tetap tidak sepenuhnya baik untuk perbankan. Penurunan suku bunga kredit ini tetap diikuti dengan penurunan net interest margin perbankan hingga ke 4,4 persen.
Menurutnya posisi ini tergolong cukup serius bagi perbankan yang tengah mengahadapi rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) dan loan at risk yang cukup tinggi akibat pandemi.
"Saat ini harapan bergantung pada vaksin. Jika distribusi dapat dilakukan cepat dan terbukti ampuh, maka kinerja ekonomi dapat kembali lagi dan perbankan bisa sedikit meningkatkan suku bunga kredit termasuk net interest margin-nya untuk mengembalikan kinerja profitabilitas," sebutnya.
Ekonom senior The Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menyampaikan upaya penurunan suku bunga memang cukup agresif dilakukan baik pemerintah maupun Bank Indonesia.
Hanya saja, Aviliani pun menggarisbawahi suku bunga kredit yang rendah tetap tidak menjadi acuan ekonomi dapat bergerak lebih cepat dan berkualitas.
"Kalau turun, iya, tapi kan toh belum terbukti baik untuk ekonomi. Bahkan kredit tumbuh negatif dan diikuti dengan kualitas kredit yang perlu diwaspadai," jelasnya.
Menurutnya, pemerintah perlu lebih agresif mendorong kementrian teknis untuk mendorong banyak sektor-sektor produktif tahun depan.
Pasalnya perbankan saat ini tengah mencari sektor produktif berkualitas agar penurunan suku bunga kredit ini dapat dikompensasi dengan pertumbuhan kredit yang berkualitas.