Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Maybank Indonesia Tbk. mencetak laba bersih setelah pajak dan kepentingan non pengendali (PATAMI) tercatat sebesar Rp1,3 triliun pada 2020. Perolehan tersebut turun 27,78% dibandingkan dengan laba tahun sebelumnya sebesar Rp1,8 triliun.
Presiden Direktur Maybank Indonesia Taswin Zakaria menjelaskan pendapatan Bank Maybank turun 10% karena pendapatan fee dan bunga bersih terpangkas akibat penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) serta melambatnya aktivitas usaha di masa pandemi Covid-19. Fee based income Bank Maybank turun 8,0% secara tahunan menjadi Rp2,4 triliun pada akhir Desember 2020.
Selain itu, Laporan Keuangan Maybank Indonesia di tahun 2019 mencatat pendapatan one-off dari penyelesaian arbitrase domestik dan pendapatan terkait perpajakan sebesar Rp219 miliar. Apabila dihitung tanpa memasukkan pendapatan one-off tersebut, maka recurring fee income perseroan masih bertumbuh 0,5%. Hal ini dikarenakan pendapatan dari transaksi terkait wealth management dan global market tumbuh lebih dari dua kali lipat di tahun 2020 yang membantu mengimbangi penurunan biaya kredit dan lesunya aktivitas bisnis.
"Pendapatan bunga bersih juga turun 11,1% menjadi Rp7,3 triliun karena penurunan saldo kredit. Bank mengambil langkah untuk menjaga pertumbuhan kredit secara selektif akibat pandemi," demikian disampaikan Taswin lewat keterangan resmi, Jumat (19/2/2021).
Margin bunga bersih (net interest margin/NIM) emiten berkode BNII itu turun 51 basis poin menjadi 4,6% pada akhir Desember 2020 akibat penurunan imbal hasil kredit. Penurunan loan yields ini seiring dengan turunnya suku bunga acuan Bank Indonesia dan juga pemberian restrukturisasi kepada nasabah terdampak Covid-19.
"Bank akan terus disiplin dalam menentukan suku bunga pinjaman dan senantiasa aktif dalam pengelolaan likuiditas untuk memitigasi tekanan pada margin."
Dari sisi pendanaan, total simpanan nasabah, termasuk dana yang terkumpul melalui platform digital banking, tumbuh 4,0% menjadi Rp115,0 triliun dari Rp110,6 triliun. Total dana murah (CASA) terdongkrak 13,0% menjadi Rp45,8 triliun yang didukung strategi BNII untuk mengurangi dana mahal dengan meningkatkan penggunaan digital banking dan penambahan nasabah korporasi.
Adapun, beban provisi kredit meningkat 16,5% menjadi Rp2,1 triliun pada Desember 2020 disebabkan oleh penerapan standar akuntansi baru PSAK 71. Selain itu, Bank juga mengambil langkah konservatif untuk mengalokasikan provisi di hampir seluruh portofolio bisnis sebagai respons terhadap pandemi Covid-19.
"Bank senantiasa aktif menjaga kualitas aset dan liabilitas untuk memastikan agar Bank dapat menjalankan operasional yang didukung oleh ketersediaan funding dan cost yang optimal di setiap saat," tuturnya.
Rasio kredit terhadap simpanan/Loan-to-Deposit (LDR-bank only) BNII berada pada tingkat yang sehat sebesar 79,2% sementara rasio cakupan likuiditas/Liquidity Coverage Ratio (LCR-Bank saja) berada di level 214,1% per Desember 2020, jauh melampaui kewajiban minimum sebesar 100%.
Total kredit yang disalurkan Bank Maybank pada 2020 turun 14,1% menjadi Rp105,3 triliun. Segmen kredit Community Financial Services (CFS) Non-Ritel turun 23,8% menjadi Rp36,8 triliun dan kredit CFS Ritel turun 19,3% menjadi Rp34,0 triliun. Adapun, segmen Global Banking membukukan pertumbuhan kredit sebesar 7,4% di Desember 2020 dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp34,5 triliun.
Dari sisi kualitas kredit, tingkat non-performing loan (NPL) tercatat sebesar 4,0% (gross) dan 2,5% (net) pada Desember 2020, meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya yakni 3,3% (gross) dan 1,9% (net). NPL bank berangsur membaik di setiap kuartal sejak semester I/2020, yang sempat mencapai level 5,0% (gross) di Juni 2020 dan 4,3% (gross) di September 2020.
Adapun, dari sisi permodalan, BNII masih terbilang kuat dengan Rasio Kecukupan Modal (CAR) sebesar 24,3% pada Desember 2020 dibandingkan dengan 21,4% pada periode yang sama tahun lalu, dan total permodalan naik menjadi Rp27,1 triliun pada Desember 2020, naik dari Rp26,8 triliun pada Desember 2019.