Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah perusahaan asuransi masih menghadapi masalah, mulai dari keluhan ketidaksesuaian manfaat hingga gagal bayar yang merugikan nasabah. Kondisi saat ini menjadi motor agar reformasi industri segera dilakukan.
Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) II Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Moch. Ihsanuddin menjelaskan bahwa industri asuransi masih menghadapi sejumlah tantangan, seperti kecilnya penetrasi dan densitas, hingga terjadinya gagal bayar di sejumlah perusahaan.
Dalam tiga tahun terakhir, kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero), Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912, dan PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Persero) atau Asabri menjadi sorotan karena kondisi keuangan yang merosot. Bahkan, Jiwasraya dan Bumiputera mengalami gagal bayar klaim.
Menurutnya, terdapat penanganan khusus bagi perusahaan-perusahaan asuransi yang sedang bermasalah. Hal tersebut dilakukan agar kondisi perusahaan dapat segera membaik sehingga nasabah tidak menjadi korban.
"Pertama, kami fokus pendalaman, root cause sebetulnya masalah yang dihadapi perusahaan itu apa saja. Kami diskusikan bersama dengan manajemen, kalau perlu dengan pemegang saham, salah satunya mempelajari apakah ini masalah baru atau warisan," ujar Ihsanuddin dalam webinar Kafegama bertajuk Momentum Reformasi Industri Asuransi di Indonesia, Rabu (14/4/2021).
Setelah akar permasalahan terpetakan, OJK bersama perusahaan terkait menyusun mekanisme atau solusi untuk menyelesaikan masalah. Otoritas pun menelaah dampak permasalahan perusahaan itu terhadap industri lembaga jasa keuangan terkait.
Kedua, OJK akan menerapkan risk based supervision sesuai kondisi masing-masing perusahaan, didukung dengan pengembangan infrastruktur yang memadai. Menurut Ihsanuddin, dalam kondisi pandemi Covid-19 ini pengawasan berbasis teknologi informasi akan lebih dioptimalkan.
"Pengawasan terintegrasi bagi konglomerasi keuangan ataupun para individu perusahaan akan meningkatkan pengawasan bersama antar bidang, baik perbankan dan pasar modal, untuk memaksimalkan upaya penyelesaian perusahaan bermasalah," ujarnya.
Ketiga, otoritas akan meminta komitmen pemegang saham atau manajemen perusahaan terkait untuk menyiapkan rencana penyehatan keuangan (RPK). Kegiatan penyehatan pun diawasi sesuai waktu penyelesaian yang disepakati perusahaan dengan otoritas.
"Kalau solusinya tidak bisa, regulator kan ada regulasi dan kami punya tanggung jawab. Kami akan jalankan sesuai aturan yang berlaku dan berikan sanksi, surat peringatan, pembatasan kegiatan usaha, ujungnya dicabut [izin usaha] jika tidak bisa diatasi penyebabnya," ujar Ihsanuddin.
Baca Juga : Menit-Menit Panasnya Kasus AJB Bumiputera 1912 |
---|
Reformasi asuransi pun menjadi agenda yang perlu didorong, baik oleh otoritas maupun para pelaku industri. Ihsanuddin menjelaskan bahwa langkah reformasi akan disertai oleh pengembangan kebijakan industri asuransi, yang fokus pada stabilitas, daya saing, dan keberlanjutan bisnis.