Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan industri asuransi perlu bersiap menerapkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan atau PSAK 74. Mekanisme pelaporan itu dinilai dapat meningkatkan transparansi industri sehingga meningkatkan kepercayaan publik.
Direktur Pengawasan Asuransi OJK Supriyono menjelaskan bahwa PSAK 74, yang merupakan adopsi dari International Financial Accounting Standard (IFRS) 17, akan diterapkan bagi industri asuransi di Indonesia. Pedoman itu akan mengubah mekanisme pelaporan keuangan, salah satunya terkait pencatatan premi.
Otoritas menilai bahwa pemberlakuan pedoman itu akan meningkatkan transparansi industri asuransi. Langkah itu menjadi penting untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap industri yang saat ini menghadapi sejumlah kabar miring dari beberapa kasus gagal bayar.
"Laporan keuangan perusahaan asuransi bisa lebih transparan dibandingkan dengan industri keuangan lain. Tujuan transparansi bisa tercapai dengan pelaporan keuangan dan nonkeuangan bisa lebih baik dan teratur," ujar Supriyono dalam dialog Penerapan GCG di Industri Asuransi yang digelar Bisnis, pada Selasa (27/4/2021).
Menurutnya, pelaporan dengan PSAK 74 secara perlahan akan membuat perbedaan dalam operasional perusahaan-perusahaan asuransi. Transparansi itu dinilai akan meningkatkan penerapan tata kelola perusahaan atau good corporate governance (GCG) yang baik.
"Manajemen dan auditor eksternal harus memastikan peran pentingnya di sini," ujar Supriyono.
Baca Juga
Adapun, sebelumnya Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu menjelaskan bahwa pelaku industri asuransi jiwa pada prinsipnya memandang IFRS 17 sebagai hal yang positif sehingga mendukung penuh penerapannya. Kendati demikian, dia mengaku perusahaan asuransi jiwa belum siap menerapkan ketentuan tersebut.
“Mengingat IFRS 17 bukan sesuatu yang mudah implementasinya, bahkan membutuhkan biaya yang sangat besar untuk sistem teknologi informasi [TI] dan sumber daya manusia [SDM], industri asuransi jiwa belum siap menerapkan IFRS 17 dalam waktu dekat. Kami minta penerapannya diundur ke tahun 2025,” ujarnya kepada Bisnis, belum lama ini.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe. Menurutnya, asosiasi fokus menginventarisasi potensi masalah-masalah dari penerapan IFRS 17 dan merumuskan solusi pemecahannya.
“Sebelumnya AAUI dan AAJI sudah menyampaikan surat ke Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia [DSAK IAI] dan OJK berupa usulan agar IFRS 17 diberlakukan tahun 2025 dengan asumsi industri asuransi sudah siap,” ujar Dody.