Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Restrukturisasi Kredit Terus Turun, Sekarang Rp775,3 Triliun

Ketua Dewan Komisionr OJK Wimboh Santoso menyebutkan restrukturisasi kredit perbankan yang sebelumnya di angka Rp900 triliun saat ini sudah di bawah Rp800 triliun.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso ketika memberikan laporan dalam Seremoni Pembukaan Perdagangan BEI Tahun 2021, Senin (4/1/2021).
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso ketika memberikan laporan dalam Seremoni Pembukaan Perdagangan BEI Tahun 2021, Senin (4/1/2021).

Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatatkan nilai restrukturisasi kredit terus turun sampai dengan April 2021. Sejalan dengan itu, OJK akan terus mengindentifikasi sektor bisnis yang masih berat akibat dampak pandemi Covid-19.

Ketua Dewan Komisionr OJK Wimboh Santoso menyebutkan restrukturisasi kredit perbankan yang sebelumnya di angka Rp900 triliun saat ini sudah di bawah Rp800 triliun.

Secara rinci, restrukturisasi kredit perbankan hingga April 2021 mencapai Rp775,32 triliun yang berasal dari 5,29 juta debitur. Jumlah tersebut terdiri dari restrukturisasi kredit UMKM sebesar Rp299,15 triliun dari 3,71 juta debitur dan non UMKM sebesar Rp476,16 triliun dari 1,58 juta debitur.

Adapun berdasarkan sektornya, porsi restrukturisasi terhadap kredit yang paling besar berasal dari sektor real estate, usaha persewaan, dan jasa perusahaan sebesar 28,63 persen, diikuti perdagangan besar dan eceran sebesar 20,54 persen, konstruksi sebesar 18,59 persen, dan transportasi, pergudangan, dan komunikasi sebesar 14,53 persen.

"Ini sudah Rp775,32 triliun. Artinya yang tadinya Rp900 triliun sebagian sudah menjadi normal. Tapi memang tidak semuanya, ada yang berat," terangnya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi XI DPR, Senin (14/6/2021).

Wimboh menerangkan sektor-sektor yang masih berat terutama sektor yang sangat bergantung dengan mobilitas. Di antara yang lambat atau mungkin tidak bergerak sama sekali adalah sektor yang terkait dengan pariwisata mancanegara.

Menurutnya, sektor tersebut memiliki segmen tersendiri dan bukan konsumsi turis domestik. Sehingga dikhawatirkan berpotensi menjadi zombi company.

"Kami identifikasi terus sektor-sektor itu dan playernya. Sektor itu dan playernya sekarang hanya bagaimana sekedar bisa bertahan dan jangan diharapkan sektor itu bisa menyerap kredit yang cukup besar karena memang tidak perlu," terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper