Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

3 Bulan Terbit, Inpres Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Dinilai Belum Jadi Perhatian

Presiden Joko Widodo menandatangani Inpres 2/2021 pada 25 Maret 2021 atau tiga bulan lalu sebagai amanat Pasal 28H dan 34 Undang-Undang Dasar 1945 untuk mendukung kesejahteraan rakyat.
Peserta BP Jamsostek berkomunikasi dengan petugas pelayanan saat mengurus klaim melalui layar monitor dan tanpa kontak langsung di Kantor Cabang BP Jamsostek di Menara Jamsostek, Jakarta, Jumat (10/7/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Peserta BP Jamsostek berkomunikasi dengan petugas pelayanan saat mengurus klaim melalui layar monitor dan tanpa kontak langsung di Kantor Cabang BP Jamsostek di Menara Jamsostek, Jakarta, Jumat (10/7/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — BPJS Watch menilai bahwa kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah belum memberikan perhatian terhadap Instruksi Presiden atau Inpres 2/2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan seiring belum ada respons atau pembicaraan kepada publik.

Presiden Joko Widodo menandatangani Inpres 2/2021 pada 25 Maret 2021 atau tiga bulan lalu sebagai amanat Pasal 28H dan 34 Undang-Undang Dasar 1945 untuk mendukung kesejahteraan rakyat. Terdapat 26 pihak yang diinstruksikan dalam Inpres tersebut, yakni kementerian, lembaga, dan pemerintah-pemerintah daerah.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai bahwa sejak beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan pada 1 Januari 2014, pelaksanaan program sosial masih mengalami kendala, di antaranya dari sisi kepesertaan, pelayanan dan investasi dana pekerja. Inpres 2/2021 di antaranya mengamanatkan penyelesaian masalah-masalah tersebut.

Sayangnya, setelah tiga bulan berjalan, Timboel menilai Inpres itu belum menjadi perhatian dari pihak-pihak yang menerima instruksi. Padahal, mestinya seluruh pihak segera merespons arahan presiden dan menyampaikan perkembangannya kepada publik.

"Belum ada pembicaraan publik sebagai respons kementerian/lembaga dan pemda-pemda untuk menjalankan segala instruksi yang diberikan Presiden. Sepertinya Inpres ini belum menjadi fokus perhatian," ujar Timboel pada Senin (28/6/2021). 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Dalam Negeri, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan Gubernur/Walikota/Bupati memperoleh tugas untuk mengaji dan merevisi regulasi. Timboel menilai bahwa tugas itu tampak belum dilaksanakan.

Dari sisi implementasi, hampir semua kementerian/lembaga dan pemerintah daerah memperoleh tugas untuk meningkatkan pelayanan, penyiapan data, dan melakukan sosialisasi-edukasi jaminan sosial ketenagakerjaan. Selain itu, terdapat pula tugas untuk mengalokasikan anggaran bagi pemertinah daerah.

"Untuk pengawasan dan penegakkan hukum, khusus ditugaskan kepada Jaksa Agung dan Menteri Ketenagakerjaan, dengan dukungan Direksi BPJS Ketenagakerjaan. Walaupun sudah diwajibkan, tapi masih banyak perusahaan mendaftarkan pekerjanya secara parsial, yang biasa disebut dengan Perusahaan Daftar Sebagian [PDS] pekerja, program, dan upah. Ini terjadi karena pengawasan dan penegakkan hukum yang lemah," ujar Timboel.

Menurutnya, Menteri Ketenagakerjaan yang mendapatkan tugas relatif lebih banyak dalam Inpres ini belum mulai melakukan evaluasi, pengajian, dan penyempurnaan regulasi. Menaker pun dinilai belum melakukan langkah perbaikan pengawasan dan penegakkan hukum, serta meningkatkan diseminasi dan pelayanan pendaftaran dan pembayaran iuran bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Terdapat sejumlah regulasi yang harus diperbaiki oleh berbagai pihak, seperti Peraturan Pemerintah (PP) 60/2015 tentang pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT), yang menurut Timboel bertentangan dengan Pasal 35 dan Pasal 37 Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). 

"Pengawasan dan penegakkan hukum yang dilakukan Pengawas Ketenagakerjaan, hingga kini masih belum meningkatkan kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan secara signifikan. Masih banyak pengusaha yang tidak mendaftarkan pekerjanya atau mendaftarkan sebagaian upah, pekerja dan program ke BPJS Ketenagakerjaan tetapi dibiarkan saja oleh pengawas ketenagakerjaan," ujarnya.

Timboel menegaskan bahwa Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah semestinya menyampaikan perkembangan tindak lanjut pelaksanaan Inpres 2/2021 kepada masyarakat. Langkah itu dapat melibatkan pemangku kepentingan dan masyarakat umum terkait revisi regulasi, dan pelaksanaan pengawasan dan penegakkan hukum.

"Keberhasilan Inpres no. 2 ini ditentukan oleh semua pihak yang diinstruksikan, tidak hanya ditentukan oleh Ibu Menteri Ketenagakerjaan atau Direksi BPJS Ketenagakerjaan. Oleh karenanya Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan sebagai penanggungjawab koordinasi pelaksanaan Inpres ini dapat berkomunikasi dengan publik terkait perkembangan pelaksanaan Inpres dalam 3 bulan ini," ujar Timboel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper