Bisnis.com, JAKARTA — Rendahnya literasi keuangan dinilai sebagai salah satu masalah penyebab banyaknya masyarakat terjerat oleh pinjaman online atau pinjol ilegal. Hal itu diperparah oleh tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
VP Economist PT Bank Permata Tbk. Josua Pardede menilai bahwa literasi keuangan masyarakat saat ini masih relatif rendah. Pengetahuan mereka terkait layanan jasa keuangan pun relatif terbatas.
Ketika pandemi Covid-19 melanda, kebutuhan mereka terhadap sumber dana kian meningkat karena penghasilannya berkurang. Kondisi itu pun membuat mereka kerap menggunakan layanan pinjol ilegal.
"Ada dua kemungkinan, mereka tidak tahu pinjol [yang digunakannya] itu ilegal, atau sudah tahu tapi ada keperluan mendesak," ujar Josua pada Kamis (22/7/2021).
Kedua hal itu sama-sama dapat merugikan peminjam, baik karena bunga yang dikenakan relatif tinggi saat pembayaran pinjaman dilakukan, atau adanya penggunaan data pribadi peminjam dan orang lain jika terjadi gagal bayar.
Kondisi kedua dinilai cukup problematis, yakni menurut Josua hal tersebut terjadi karena masyarakat dengan literasi keuangan yang rendah seringkali tidak dapat mengakses layanan keuangan formal, sehingga menjadikan pinjol ilegal sebagai opsi.
"Sebagian besar yang mendapatkan masalah ini mungkin adalah masyarakat yang unbankable, karena mungkin dari sisi penghasilan atau cashflow dia terbatas. Perlu ada pengawasan, pencegahan, penindalan atas kondisi ini," ujarnya.
Josua menilai bahwa perilaku masyarakat yang menggunakan pinjol ilegal dapat diberantas dengan edukasi yang masif. Seluruh elemen dinilai harus menginformasikan mana pinjol resmi dan mana yang ilegal, termasuk risiko jika meminjam dari entitas ilegal.
Edukasi terkait pinjol dan layanan jasa keuangan lainnya, misalnya dapat dilakukan di bangku sekolah. Josua menjelaskan bahwa jumlah nasabah perbankan yang cukup tinggi merupakan salah satu manfaat dari edukasi menabung yang dilakukan sejak dini selama berpuluh-puluh tahun.