Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. mulai melakukan pembelian kembali saham (buyback) sejak hari ini (22/7/2021) sampai dengan 21 Oktober 2021.
Dalam keterbukaan informasi kemarin (21/7/2021), buyback saham dilakukan guna menyelamatkan harga saham BBNI yang undervalued karena tertekan dampak pandemi Covid-19. Untuk aksi korporasi ini, perseroan menyiapkan dana sebanyak-banyaknya Rp1,7 triliun yang berasal dari kas internal.
Di sisi lain, BNI juga telah menyiapkan rencana penambahan modal melalui rights issue senilai Rp11,7 triliun. Aksi tersebut direncanakan pada semester I/2022.
Sejumlah analis menilai aksi BNI melakukan buyback saham akan menjadi sentimen positif terhadap rencana rights issue pada tahun depan.
Direktur Panin Asset Management Rudiyanto menjelaskan rights issue adalah penambahan modal setelah IPO, atau bisa dikatakan IPO kedua. Jika sebelum IPO harga wajarnya ditentukan penilai, maka setelah IPO sudah ada harga historis sehingga investor memiliki referensi harga yang akan dipergunakan.
Menurutnya, bagi perusahaan yang akan melaksanakan rights issue, tentu semakin tinggi harga sahamnya maka akan semakin baik. Sebab, perseroan dapat menerbitkan saham baru pada harga yang lebih tinggi sehingga modal yang diperoleh juga lebih banyak.
Adapun aksi buyback merupakan aksi beli kembali saham yang sudah diterbitkan dengan menggunakan dana perusahaan dan biasanya disimpan dalam bentuk saham treasury. Saham tersebut dapat dibagikan kepada karyawan dalam program ESOP atau dapat dijual kembali ketika harganya naik.
Aksi buyback biasanya dilakukan ketika perusahaan memiliki dana lebih dan harga saham turun jauh di bawah harga wajarnya. Dia menambahkan aksi buyback juga menjadi salah satu indikator investor atas harga wajar saham tersebut. Namun, hal itu tergantung pada harga batasan tertinggi yang ditetapkan perusahaan.
Jika harganya di atas harga pasar, ada kecenderungan harga saham akan meningkat ke level tersebut karena investor tahu ada pembeli siaga yang selalu membeli. Begitu pula, jika harga eksekusi di bawah harga pasar, harga tersebut menjadi semacam level support karena jika turun di bawah harga tersebut, investor tahu ada pihak perusahaan yang siaga melakukan pembelian.
"Mengingat harga saham BBNI sudah turun cukup banyak tahun ini, aksi buyback dapat menjadi sentimen positif. Dan kemudian jika harga saham sudah naik, juga tentunya akan menguntungkan bagi perusahaan jika melakukan rights issue karena harganya naik lebih tinggi," jelasnya, Kamis (22/7/2021).
Senada, Kepala Riset Praus Kapital Alfred Nainggolan menyebutkan sejumlah keuntungan emiten dari aksi buyback saham yang kemudian diikuti rights issue.
Alfred menjelaskan buyback dilakukan karena pertimbangan harga saham di pasar yang dinilai undervalued, sehingga menjadi sebuah langkah investasi untuk memberikan optimalisasi penggunaan kas. Aksi ini juga memberikan signal positif ke pasar, yang menunjukkan keyakinan emiten terhadap kondisi perusahaan (undervalue) dan juga prospek ke depan.
Dalam keterbukaan informasi BNI dijelaskan, rencana buyback dilatarbelakangi karena kondisi PBV BBNI saat ini di level 0,75 kali, telah jauh berada di bawah rata-rata historis PBV sebesar 1,6 kali. Menurutnya, selisih spread PBV tersebut merupakan signal akan optimisme perseroan terhadap kondisi BBNI ke depan.
Dengan kebijakan tersebut tentu membuat tambahan demand di pasar perdagangan saham BBNI dengan target dana belanja mencapai Rp1,7 triliun. Ini juga yang membuat aksi korporasi buyback menjadi aksi yang bisa digunakan untuk menjaga stabilitas harga saham di pasar.
Terkait rights issue BNI, lanjutnya, rasio kecukupan modal BNI menjadi yang paling rendah di antara bank BUMN. Pada kuartal I/2021, rasio CAR tier BBNI di level 15,8 persen, mendekati batas aturan CAR di level 14 persen sehingga penambahan modal melalui rights issue menjadi sebuah keharusan.
Melalui rights issue, emiten berharap dapat menghimpun dana secara maksimal atau seluruh saham baru yang diterbitkan dapat diserap oleh pasar. Adapun penyerapan oleh pasar akan maksimal jika harga saham di pasar lebih tinggi dari harga pelaksanaan rights issue.
Adanya buyback saham akan membuat stabilitas harga saham BBNI pada periode pelaksanaan buyback. Kondisi ini akan mendukung pelaksanaan rights issue dalam hal penetapan harga pelaksanaan. Sebab, harga saham di pasar menjadi salah satu pertimbangan dalam penetapan harga rights issue.
Semakin tinggi harga rights yang ditetapkan, maka semakin sedikit saham baru yang akan diterbitkan. Dengan rights issue jumlah saham yang beredar semakin bertambah, sementara realisasi buyback akan mengurangi jumlah saham yang beredar.
"Jadi, dengan aksi buyback sebelum pelaksanaan rights issue akan menjaga stabilitas harga saham BBNI [support penetapan harga rights], jumlah saham di pasar akan berkurang [mengurangi peningkatan jumlah saham beredar saat pelaksanaan rights issue], dan saham hasil buyback berpotensi menjadi tambahan modal ke depannya," jelasnya.
Head of Research PT Samuel Sekuritas Indonesia Suria Dharma mengatakan aksi buyback saham mengindikasikan bahwa harga saham dianggap terlalu rendah oleh manajemen. Sementara rencana rights issue seharusnya dilakukan setidaknya di harga buku. "Sekarang valuasi BBNI terlalu murah di 0,7 kali PBV," katanya.