Bursa Efek Indonesia optimistis potensi penggalangan dana di pasar modal sepanjang semester II/2021 menjanjikan. Hal tersebut karena menguatnya asa di kalangan perusahaan yang akan menghimpun dananya di pasar modal.
Apalagi, adanya pemulihan ekonomi dan pertumbuhan yang terus berlanjut pada semester ini kian mendorong iklim positif bagi ekosistem pasar modal.
Badan Pusat Statistik juga mengumumkan ekonomi Indonesia tumbuh 7,07% sepanjang kuartal II/2021 dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/Y-o-Y). Pencapaian itu tentu sangat menggembirakan.
Di sisi lain, rencana Bank Rakyat Indonesia (BBRI) untuk menerbitkan saham baru sebanyak 28,677 miliar lembar atau 23,25% dari modal ditempatkan direspon negatif oleh sejumlah investor, sehingga menyebabkan harga saham turun sekitar 12% dari sejak diumumkannya rencana rights issue pada 14 Juni 2021 sampai 14 Juli lalu.
Kekhawatiran bahwa rights issue akan menyebabkan kepemilikan saham mereka terdilusi sebanyak-banyaknya 18,86% jika tidak mengambil Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) dan kegalauan terhadap masa depan BBRI setelah rights issue adalah salah, banyak faktor yang membuat harga saham turun.
Namun, setelah banyaknya informasi dan analisa yang beredar bahwa masa depan BBRI bahkan akan lebih cerah setelah rights issue, telah membuat harga saham sejak 14 Juli lalu menguat kembali sebesar 6,2% ke level Rp3.930 pada penutupan perdagangan Jumat 6 Agustus 2021.
Rights issue itu sendiri akan menjadi salah satu yang terbesar di pasar Asia secara nilai dan jumlah saham sebagai upaya memuluskan rencana BBRI untuk mengintegrasikan PT Pegadaian dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM) menjadi bagian holding usaha ultra mikro.
Holding ini akan membantu 29 juta pengusaha ultra mikro yang unbanked atau tidak mempunyai akses ke pembiayaan perbankan dan finansial nasional. Kondisi ini pada akhirnya diharapkan mampu membantu pertumbuhan ekonomi nasional secara berkelanjutan.
Sebagai catatan sampai 21 Mei 2021, kontribusi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) terhadap produk domestik bruto (PDB) adalah 61,07% atau Rp8.573,89 triliun.
Melihat besarnya kontribusi UMKM yang bakal ditambah andil dari usaha ultra mikro, penulis melihat BBRI mempunyai pengalaman dan komitmen yang kuat untuk mengembangkan kedua sektor tersebut. Selain untuk membantu perekonomian nasional, juga tentunya untuk meraih pendapatan perusahaan yang lebih baik dimasa depan.
Tentunya, rencana rights issue untuk menjadikan PNM dan Pegadaian berintegrasi ke dalam sistem perbankan BBRI yang sudah berpengalaman puluhan tahun sudah direncanakan dengan matang.
Alhasil, usai rights issue nanti penulis meyakini performa keuangan bank pelat merah tersebut akan semakin baik dan mampu menjaga margin bersih suku bunga di atas 6%, atau masih tertinggi dibandingkan dengan bank manapun di Asia.
Setelah rights issue, jumlah saham BBRI akan bertambah menjadi sekitar 150,77 miliar lembar dari saat ini sekitar 122,1 miliar lembar. Adapun ekuitas akan meningkat menjadi sekitar Rp296 triliun dari posisi saat ini pada Rp199,99 triliun.
Nilai Buku (Book Value) BBRI menjadi sekitar Rp1.960 per saham dibandingkan dengan sebelum rights issue pada Rp1.637 per saham.
Berdasarkan harga penutupan Kamis (5/8/2021) Rp4.050, BBRI diperdagangkan pada rasio harga saham dibagi nilai buku sebesar 2,06x pasca rights issue dan 2,5x sebelum rights issue atau masih lebih murah dibandingkan dengan saingan terdekatnya Bank Central Asia (secara hitungan kapitalisasi pasar) sebesar 3,95x.
Untuk periode Januari—Juni 2021, BBRI berhasil meraih laba bersih Rp12,54 triliun atau naik 22% dari Rp10,2 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Kenaikan laba bersih untuk periode semester I/2021 ditopang oleh kenaikan pendapatan bunga total sebanyak 5,9% menjadi Rp59,87 triliun dan menurunnya biaya bunga sebesar 37% ke level Rp12,7 triliun, sehingga membuat pendapatan bunga bersih naik 29% menjadi Rp47,7 triliun dari Rp37,1 triliun di periode yang sama tahun lalu.
Aset dan liabilitas per 30 Juni 2021 tercatat Rp1.451 triliun dan total ekuitas Rp200 triliun. Pasca rights issue, untuk setahun penuh 2021, laba bersih BBRI seharusnya mendapat tambahan dari Pegadaian dan PNM sekitar Rp2 triliun sampai Rp2,5 triliun.
Alhasil, untuk setahun penuh 2021, BBRI tampaknya masih mampu untuk meraup laba bersih di atas Rp27 triliun atau sama dengan laba bersih per saham senilai Rp185 per saham.
Dan jika rasio pembayaran dividen BBRI untuk 2021 sama dengan tahun lalu yaitu sebesar 65%, bank ini berpotensi untuk memberikan dividen per saham senilai Rp120 per saham, atau masih lebih besar dibandingkan dengan dividen per saham tahun 2020 senilai Rp98,91 per saham.
Menurut penulis, performa keuangan holding ultra mikro ke depan akan lebih baik lagi, sehingga kesempatan untuk meraih dividen yang lebih tinggi juga terbuka lebar. Dengan pertumbuhan laba bersih rata-rata sekitar 22% maka tahun depan laba bersih BBRI berpotensi untuk menembus angka Rp33 triliun.
Dengan demikian, bila sesudahnya siap melakukan lompatan besar secara berkelanjutan, tentunya bukan sesuatu yang sulit. Menarik bukan?