Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja kredit sindikasi masih belum mampu menunjukkan perbaikan yang berarti pada kuartal ketiga tahun ini. Momentum perbaikan ekonomi akhir tahun diperkirakan masih akan berat bagi perbankan untuk kembali mendongkrak segmen ini.
Bedasarkan data Bloomberg, perjanjian kredit sindikasi dari Januari hingga akhir Agustus tercatat hanya US$13,68 miliar. Pencapaian ini masih setengah dari pencapaian total perjanjian kredit sindikasi tahun lalu yang mencapai US$23,89 miliar.
Adapun, tren kinerja negatif kredit sindikasi telah terjadi sebelum masa pandemi. Total perjanjian kredit sindikasi pada 2019 tercatat US$26,98 miliar. Pencapaian itu lebih rendah dibandingkan 2018 yang mampu mencapai US$31,83 miliar.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menyampaikan tren sejauh ini sejalan dengan kondisi pandemi dan ekonomi yang sedang mengalami fase perlambatan sehingga berdampak pula pada penyaluran kredit produktif termasuk kredit sindikasi. Menurutnya, potensi kredit sindikasi pada akhir tahun ini masih akan sangat berat lantaran kinerja ekonomi nasional belum terlalu kuat.
Adapun, tren kinerja negatif kredit sindikasi telah terjadi sebelum masa pandemi. Total perjanjian kredit sindikasi pada 2019 tercatat US$26,98 miliar. Pencapaian itu lebih rendah dibandingkan 2018 yang mampu mencapai US$31,83 miliar.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menyampaikan tren sejauh ini sejalan dengan kondisi pandemi dan ekonomi yang sedang mengalami fase perlambatan sehingga berdampak pula pada penyaluran kredit produktif termasuk kredit sindikasi. Menurutnya, potensi kredit sindikasi pada akhir tahun ini masih akan sangat berat lantaran kinerja ekonomi nasional belum terlalu kuat.
"Bila pelonggaran sudah bisa penuh dijalankan di awal tahun depan, dapat kembali bergairah. Tapi tetap saja ini baru akan mulai bergeliat di semester kedua tahun depan," sebutnya, Minggu (29/8/2021).
Trioksa tak mengelak perbankan saat ini memiliki likuiditas dan permodalan yang cukup kuat untuk mendongkrak kredit dengan ticket size besar. Relaksasi restrukturisasi kredit juga memberi kesempatan perbankan untuk dapat melonggarkan risk appatite dalam ekspansi kredit.
Namun, menurutnya, perbankan tetap akan mempertimbangkan keberlangsungan bisnis serta memperhitungkan pencadangan dalam ekspansi kredit berisiko di tengah pandemi. "Hal ini membuat penyaluran kredit untuk proyek besar ini tak dapat didongkrak terlalu agresif," jelasnya.
Lagi pula, dia menambahkan debitur segmen korporasi masih lebih fokus pada pemenuhan kewajiban pembayaran kreditnya. Di samping itu, sebagian korporasi fokus menyelesaikan restrukturisasi kredit sehingga mendorong konsolidasi kinerja.
Trioksa tak mengelak perbankan saat ini memiliki likuiditas dan permodalan yang cukup kuat untuk mendongkrak kredit dengan ticket size besar. Relaksasi restrukturisasi kredit juga memberi kesempatan perbankan untuk dapat melonggarkan risk appatite dalam ekspansi kredit.
Namun, menurutnya, perbankan tetap akan mempertimbangkan keberlangsungan bisnis serta memperhitungkan pencadangan dalam ekspansi kredit berisiko di tengah pandemi. "Hal ini membuat penyaluran kredit untuk proyek besar ini tak dapat didongkrak terlalu agresif," jelasnya.
Lagi pula, dia menambahkan debitur segmen korporasi masih lebih fokus pada pemenuhan kewajiban pembayaran kreditnya. Di samping itu, sebagian korporasi fokus menyelesaikan restrukturisasi kredit sehingga mendorong konsolidasi kinerja.