Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI Ungkap Efek Tapering Mulai Dirasakan oleh Mata Uang Negara Berkembang

BI sudah menyiapkan sejumlah antisipasi khususnya menjaga nilai tukar rupiah. Hal itu dilakukan dengan triple intervention ke pasar spot, pasar Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan pasar SBN.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti. Bisnis/Himawan L Nugraha
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menuturlan reaksi pasar di negara berkembang dalam menyambut normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) atau tapering off semakin terasa.

Oleh karena itu, Destry mengatakan BI telah menyiapkan sejumlah antisipasi, termasuk intervensi di pasar SBN. Seperti diketahui, bank sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) akan secara bertahap mengetatkan kebijakan moneternya pada November mendatang. Hal ini, tambahnya, membuat kondisi pasar kini bergejolak.

"Dengan adanya tapering off, yang terjadi sekarang khususnya di emerging market mulai bergejolak. Di mana kita melihat tekanan terhadap mata uang di emerging market itu sudah mulai terjadi tinggi," tuturnya pada Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (14/9/2021).

Untuk itu, Destry mengatakan BI sudah menyiapkan sejumlah antisipasi khususnya menjaga nilai tukar rupiah. Hal itu dilakukan dengan triple intervention ke pasar spot, pasar Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan pasar SBN.

Khususnya di pasar SBN, Destry menilai hubungan kuat antara volatilitas rupiah dan SBN. Contohnya sejak pandemi Covid-19, BI telah melakukan pembelian di pasar SBN untuk mengatasi terjadinya sale-off atau keluarnya asing dari pasar domestik.

"Kalau kita tidak dukung di pasar SBN, yield itu akan terbang ke mana-mana. Pengaruhnya itu ke nilai tukar [rupiah]," jelasnya.

Dia menegaskan kepada DPR bahwa intervensi yang dilakukan oleh bank sentral terukur. Pasalnya, jika BI melakukan intervensi secara besar-besaran ketika terjadi sale-off, maka hal itu bisa berdampak pada dalamnya penurunan cadangan devisa. Adapun, posisi terakhir cadangan devisa pada akhir Agustus 2021 adalah US$144,8 miliar.

Posisi cadangan devisa yang tinggi, kata Destry, mencerminkan kondisi fundamental Indonesia yang jauh lebih baik untuk menghadapi tapering off yang akan datang, dibandingkan dengan tapering off di 2013 silam.

Selain itu, komunikasi The Fed yang lebih baik serta instrumen keuangan Indonesia yang jauh lebih lengkap diperkirakan bisa menjaga stabilitas nilai tukar rupiah pada saat terjadinya tapering off.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper