Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jaga Stabilitas Sektor Finansial, BI Perlu Pertahankan Suku Bunga Acuan di 3,5 Persen

LPEM FEB UI masih melihat sejumlah risiko yang menyebabkan perbaikan dan pemulihan ekonomi menjadi lebih terbatas. Kondisi tersebut tercermin dari Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) yang masih menunjukkan tren penurunan. Hal ini terjadi seiring dengan masih diberlakukannya PPKM.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (21/2/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (21/2/2019)./ANTARA-Sigid Kurniawan

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) dinilai perlu menahan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) pada level 3,5 persen pada Rapat Dewan Gubernur September 2021.

Pasalnya, LPEM FEB UI masih melihat sejumlah risiko yang menyebabkan perbaikan dan pemulihan ekonomi menjadi lebih terbatas.

Kondisi tersebut tercermin dari Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) yang masih menunjukkan tren penurunan. Hal ini terjadi seiring dengan masih diberlakukannya PPKM.

Di samping itu, mutasi virus Covid-19 menjadi beberapa varian, mulai dari MU, Lambda, serta C.1.2, juga dinilai memberi tekanan lebih lanjut pada aspek kesehatan publik secara khusus dan kondisi ekonomi secara umum.

“Mempertimbangkan situasi yang ada saat ini, BI perlu mempertahankan suku bunga kebijakannya pada angka 3,5 persen sambil terus memantau perkembangan situasi akibat Covid-19 dan menjaga kondisi finansial agar tetap stabil,” tulis laporan analisis LPEM FEB UI, Senin (20/9/2021).

Jumlah infeksi Covid-19 yang telah mengalami penurunan belakangan juga dinilai memberikan dampak yang cukup baik dari sisi arus modal masuk, yang pada September 2021 tercatat meningkat menjadi US$9,06 juta.

Kenaikan arus modal masuk tersebut menunjukkan kepercayaan investor mulai naik setelah terjadi gelombang kedua Covid-19. Hal ini pun berdampak pada penguatan nilai tukar rupiah yang mencapai Rp14.210 per dolar Amerika Serikat (AS).

Meski masih tercatat depresiasi sebesar 1,44 persen hingga pertengahan September, nilai tersebut masih jauh lebih baik dibandingkan dengan negara berkembang lainnya seperti Malaysia dan Thailand, yang masing-masingnya mencatatkan depresiasi 3,73 persen dan 10,44 persen.

Nilai tukar beberapa negara berkembang diperkirakan akan mulai menguat seiring dengan terpusatnya fokus pasar pada rapat bulanan The Fed (FOMC) yang akan di adakan pada awal minggu depan.

Di sisi lain, cadangan devisa menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan ke level US$145 miliar. Tingginya nilai devisa diharapkan BI memiliki cukup amunisi untuk menghadapi guncangan nilai tukar di masa depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper