Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) melihat kehadiran bank digital mempunyai potensi untuk mengubah struktur perbankan Indonesia ke depan.
Sejalan dengan transformasi menjadi bank digital, perbankan berpotensi untuk meningkatkan scalability dengan mengandalkan pada model bisnis yang berbasis connectivity tanpa diikuti dengan penambahan jumlah jaringan fisik kantor cabang.
Menurut BI, potensi tersebut terlihat dari meningkatnya pangsa market capitalization sejumlah bank BUKU II yang telah atau sedang bertransformasi menjadi bank digital.
“Dengan kemampuan scalability tersebut, kehadiran bank digital memiliki potensi untuk merubah struktur perbankan Indonesia ke depan,” tulis Bank Indonesia dalam Kajian Stabilitas Keuangan No. 37 yang diluncurkan Selasa (5/10/2021).
Bahkan, BI menyebut Indonesia merupakan pasar potensial bagi perkembangan layanan perbankan digital dan bank digital yang hampir sebagian besar masyarakat Indonesia dengan akses jasa keuangan memiliki mobile phone.
Selain itu, sekitar 2 persen atau 139 juta pengguna internet di dunia berada di Indonesia, dan mencakup 50 persen total populasi Indonesia.
Baca Juga
“Kondisi ini mengindikasikan Indonesia sebagai pasar yang potensial bagi perkembangan perbankan digital dan bank digital,” jelasnya.
Kehadiran bank digital dalam ekosistem keuangan Indonesia ditandai dengan peluncuran platform perbankan digital Jenius oleh BTPN pada 2016.
Bak pionir bank digital, pada 2017 langkah BTPN diikuti oleh sejumlah bank umum lain di Indonesia, seperti Digibank oleh DBS, Wokee oleh Bukopin, PermataMobileX oleh Bank Permata, dan sejumlah bank lainnya.
Perkembangan bank digital di Indonesia semakin pesat yang terlihat pada 2020 dan 2021. Terdapat beberapa bank umum yang diakuisisi oleh perusahaan teknologi dan bertransformasi menjadi bank digital, seperti Bank Neo Commerce yang sebelumnya Bank Yudha Bakti oleh Akulaku dan Bank Jago yang sebelumnya Bank Artos oleh Gojek.